Alangkah Pantasnya Kehilangan Orang Dekat

Oleh Much. Khoiri

KEHILANGAN itu sebuah keniscayaan bagi kita yang pernah mendapatkan (sesuatu). Itu sunnatullah. Kita pernah bertemu dan berteman dengan teman-teman dekat; dan akhirnya kita kehilangan karena kepergian mereka. Itu keniscayaan yang tak bisa ditawar-tawar lagi.

Ada orang bilang, dunia ini panggung sandiwara, dengan cerita yang kita mainkan. Kita dapatkan teman dan/atau lawan main dalam peran yang kita lakukan. Namun, toh cerita harus berakhir, dan itu berarti relasi antar pemain harus dihentikan—dan terjadilah keniscayaan itu: kehilangan teman/lawan main!

Ilustrasi oran kehilangan yang dicintainya. Foto: Republika.id

Habisnya cerita dalam hidup seseorang, yang menyebabkan orang lain kehilangan, tidak lain dan tidak bukan adalah kematian (maut). Kehadirannya tak disangka-sangka, tak bisa dimajukan, tak bisa pula dimundurkan. Kehadirannya on time, tepat waktu.

Barangkali inilah hikmahnya: bagaimana memposisikan diri sebagai insan yang selalu siap menjalani maut. Maut itu pantas untuk siapa pun; tak peduli usia—semua pantas menjalaninya.

Ada orang-orang yang awet umurnya semisal  Kamato Hongo, Carrie C. White, Elizabeth Bolden, Tane Ikai, Maria Esther Heredia de Capovilla (masing-masing 116 tahun); Marie-Louise Meilleur dan Lucy Hannah (masing-masing 117 tahun); Sarah Knauss (119 tahun); Shigechiyo Izumi (120 tahun); dan Jeanne Calment (122 years 164).(http://www.uniknih.com/2012/05/ini-dia-10-manusia-tertua-di-dunia.html#ixzz26ZqrxfTs).

Bahkan ada yang lebih panjang umurnya daripada mereka. Mbah-De Buyut saya dulu seda (wafat) dalam usia 128 tahun. Kemudian, yang mencengangkan, Mbah Canggah dari isteri adik saya mencapai usia 197 tahun (yang seda ketika tak satu pun anak-anaknya masih hidup).

Ayahanda Yu Shi Gan Xian Shen (Pak Dahlan Iskan), seperti dituturkan dalam buku Ganti Hati, juga mencapai 93 tahun. Itu salah satu penyemangat bagi pak DI untuk menjalani serangkaian proses operasi transplantasi hati dengan pikiran dan perasaan tenang dan pasrah.

Sebaliknya, yang lebih muda pun juga pantas meninggal. Coba ingat teman-teman dekat kita, yang telah berpulang terlebih dahulu, mereka telah menunjukkan kepada kita akan kepantasan itu. Bukan itu saja. Balita, bayi, atau calon bayi pun juga pantas saja. Sekali lagi, maut itu pantes untuk sebarang usia.

Masalahnya, seberapa siap kita menghadapinya? Dalam sebuah puisi “Senandung Kematian” (New York, 1993), saya pernah mengajak (diri sendiri, setidaknya) untuk tak usah menjeratkan simpul ajal di ujung belati atau bersloki-sloki racun, sebab tanpa kita panggil dan tanpa kita sadari  pun kematian pasti akan rela-sabar menghampiri kita, untuk menutup buku tua dan membuka buku baru.

Mengapa demikian? Kematian bukanlah terminal paling purna kita dari mata rantai petualangan panjang berpeluh, melainkan pintu gerbang ke galaksi akhirat kita, menuju jembatan berteka-teki untuk kita tempuh: satu sambungan abadi siklus Realitas kita yang utuh.

Lebih jauh, tak usah pula kita hindari ajal kita dengan berjuta laku dan cara; sebab kematian akan menemukan dan menggamit kita meski kita bersembunyi diri di bilik baja sekalian; sebab kematian nyata—senyata kehidupan fana yang merentang setia bersama desah-desuh napas.

Kematian bukanlah lorong bagi pelarian diri dari rel Realitas yang sebagian telah kita telusuri—melainkan “hadiah sempurna” dari kayuhan-roda kita yang menggelinding pasti dalam kesaksian sang waktu. Pun kematian bukanlah penolakan dari realitas kita, melainkan kewajiban ruh kita berpetualang selalu.

Lalu, mitraku, hanya pendamlah jauh di lubuk kalbu:

Kematian berdiri tegar dan sabar dekat dengan akhirmu

dan dekat awal-barumu—entah putih entah kelabu,

tapi tak tahu-menahu tentang panenan “tanaman”-mu.

Mudah-mudahan kita memperoleh kesempatan untuk mengumpulkan bekal akhirat yang memadai. Jika waktunya memang sudah tiba, mudah-mudahan kita dimatikan Allah dalam keadaan akhir yang baik (khusnul khotimah).**

Gresik, 3/12/2022

Baca juga:

Author: admin

MUCH. KHOIRI adalah dosen Kajian Budaya/Sastra dan Creative Writing, sponsor literasi, blogger, certified editor & writer 74 buku dari Unesa. Di antaranya "Kitab Kehidupan" (2021) dan "Menjerat Teror(isme): Eks Napiter Bicara, Keluarga Bersaksi" (2022).

34 thoughts on “Alangkah Pantasnya Kehilangan Orang Dekat”

  1. Wyda Ayu says:

    Aamiin Yaa Robbal ‘Alamiin.. Matur nuwun ilmunya master yang mengingatkan pada kematian.

    1. admin says:

      Saling meningatkan

  2. Susanto says:

    Semoga doa: “Mudah-mudahan kita memperoleh kesempatan untuk mengumpulkan bekal akhirat yang memadai. Jika waktunya memang sudah tiba, mudah-mudahan kita dimatikan Allah dalam keadaan akhir yang baik (husnul khotimah) dapat kita peroleh. Uraian yang membuat kita (saya, khususnya) mengintrospeksi diri.

    1. admin says:

      Aamiin. kitasaling mendoakan, Pakdesus

  3. Wiwiet says:

    Smoga setiap detik waktu kita dan setiap amalan kita diridhoi Allah dan bisa menjadikan kita berbekal cukup ketika kita kembali padaNya. Aamiin

    1. admin says:

      Aamiin. Makasih, Non

  4. Astuti says:

    Kehilangan yang dikemas cantik membuat saya mencerahkan. Baru saja kehilangan sahabat maya yang baru saja pulang murah.. dan ingin menulis di blog pribadi.
    Potongan pak haji sangat menginspirasi.

    1. admin says:

      Terima kasih banyak, bu hajjah

  5. Daswatia Astuty says:

    Wow tulisan yg mencerahkan
    aku terpana bukan pada isinya tapi cara mengemas isinya.
    Bahasa yg digunakan bahasa2 yang melenakan. Apakah ini gaya baru Master?

    1. admin says:

      Kita mengolah sesuatu yang sederhana dengan mempertajam kedalaman

  6. Widut says:

    Menunggu waktu dengan berbuat kebaikan

    1. admin says:

      selalu berbuat kebaikan, Bu

  7. Mukminin says:

    Tulisan Abah mengingat saya dan kita bersama bahwa umur ada batasnya. Sebelum waktunya Tiba smg umur yg tersisa bermanfaat bg banyak orang dan mengamba pada Allah dg terus perbaiki diri, saling menasehati. Smg akhir yang Husnul khotimah

    1. admin says:

      Fastabihul khairat

  8. Wijiantono says:

    Kematian itu adalah sebuah kepastian. Kapan,dimana,karena apa sudah menjadi ketetapanNya yang tidak ada seorangpun untuk memajukan atau memundurkan walaupun hanya sedetik saja.Semuanya akan ditinggalkan kecuali amal dan kebajikan yang akan menyertai.Banyak sudah teman-teman dekat yang sudah mendahului karena dipanggil oleh sang Ilahi yang tak mengenal usia sudah tua atau sijabang bayi seperti telah terurai di suratan Master Moch. Choiri
    Terimakasih,terimakasih,terimakasih bapak telah mengingakan bahwa kita juga akan menyusul teman-teman dekat kita yang sudah tiada

    1. admin says:

      Tugas kita memang saling mengingatkan dalam kebaikan dan takwa

  9. Dhofar says:

    Panjang umur nan berkah, Abah. Mengingat November kelam di tahun 2011 yang hampir merengut sebeb lakalantas. Saat si kecil masih berusia 52 hari…

    1. admin says:

      Inggih, Pak Dhofar, kita terus bersyukur dg segala anugerah-Nya

  10. Supardi Harun says:

    Tulisan yang penuh nasihat, Pa Dosen. Terima kasih atas ilmunya.

    1. admin says:

      Sami2, Pak Pardi. Sehat selalu

  11. Daeng ardi says:

    Masya Allah.. bergetar hatiku.. harta bergelimang yang selalu kita kumpulkan bahkan dikejar kejar terus, semua itu tidak ada artinya. Toh yg kita bawa cuma selembar kain putih. Semoga kita semua beserta keluarga diwafatkan Husnul khotimah..

    1. admin says:

      Lewat tulisan ini, syaa juga mengingatkan diri sendiri

  12. Cahyati says:

    Aamiin. Sangat bersyukur sabtu pagi mendapat tauziah yang mengingatkan tentang kematian. Kita merasa seperti dicharge lagi. Untuk mengingat apa yang harus kita persiapkan untuk bekal menuju alam akhirat. Maturnuwun prof Emcho

    1. admin says:

      Kebetulan momentumnya tepat ya

  13. Sumintarsih says:

    Tinggal menunggu sesuai nomor antrean. Semoga kita dimudahkan untuk mengumpulkan bekal yang banyak menuju kampung akherat.
    Terima kasih sudah menyadarkan kami.

    1. admin says:

      Aamiin, semoga terkabulkan

  14. Yudi says:

    Hidup adalah proses menunggu mati. Siap tak siap ia akan mendangi.

    Terima kasih pencerahanya

    1. admin says:

      Betul sekali, Pak Yudi. Harus berserah diri

  15. Abdisita says:

    Terima kasih pak Emcho. Sesungguhnya hidup ini hanyalah kesibukan untuk memantaskan diri menjadi hamba yang dicintai-Nya. Semoga Allah ta’ala selalu membimbing kita meraih husnul khatimah. Aamiin Yaa Robbal’alamin

    1. admin says:

      Aamiin YRA. Kita hrus selalu berdoa

  16. Restu Utami says:

    Terima kasih pencerahannya, Bapak.

    Semoga perjalanan kehidupan kita ini, bisa selalu menebar kebaikan
    pada siapa pun dan di mana pun
    kita berada.

    1. admin says:

      Betul sekali, Bu Restu. Kebaikan harus ditebarkan

  17. Pymnomill says:

    10 50 CENT TRIFECTA 4 1 5 5 buy generic cialis online cheap 153 7 681 685

  18. ZOTfFMR says:

    buy liquid cialis online The patient should experience relief of symptoms in 5 10 minutes

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *