Oleh Much. Khoiri
BUKU yang Anda pegang ini, Pantun Kopdar 2 RVL Jogjakarta: Menjaga Warisan Budaya Negeri, mungkin hanya Anda anggap buku pantun biasa, sebagaimana buku-buku pantun lain. Tiada keistimewaan apa pun di dalamnya. Namun, dengan mengikuti penjelasan berikut ini, mungkin pula pandangan Anda akan bergeser ke arah lebih empatik.
Mengapa demikian? Buku ini memuat pantun bukan sekadar pantun yang tanpa ikatan tematik, melainkan pantun-pantun yang menambatkan diri pada sebuah momentum penting—yakni kopi darat alias kopdar 2 Rumah Virus Literasi (RVL) di Yogyakarta.
Itulah istimewanya: menggunakan pantun untuk mengikat momentum penting berupa kopdar 2 RVL. Sebagai sebuah peristiwa kultural, momentum semacam itu lazimnya diabadikan lewat cerita harian, kisah pengalaman, atau artikel opini; namun, kali ini mereka memanfaatkan kemampuannya dalam berpantun.
Semula saya juga mengernyitkan kening mengapa mereka memilih pantun untuk media ekspresi atas momentum penting itu. Namun, “Prakata” dalam buku ini mengimplisitkan, bahwa pemilihan pantun memang sebuah kesengajaan. Barangkali, mereka para penulis ingin terkesan unik atau berbeda dengan kebanyakan penulis—dalam menghadapi tugas menulis atas peristiwa sejenis.
Para penulis terkesan nyaman dan menikmati berkarya dalam pantun di dalam buku ini. Ada alasan mendasar di baliknya: bahwa pantun memang media ekspresi kultural warisan bangsa Melayu, yang boleh dikata telah mendarah daging di dalam alam pikiran para penulis Indonesia secara umum, termasuk penulis dalam buku ini. Dalam hal ini, mereka menghadirkan kembali puisi lama itu—ya, pantun termasuk puisi lama—ke dalam khasanah sastra tulis kita.
Dalam praktiknya, pantun memang puisi lama, yang di Jawa dikenal dengan nama parikan, di Sunda paparikan, dan di Batak umpasa. Meski terdapat modifikasi tertentu di masing-masing etnis, genre pantun itu masih hidup dipraktikkan oleh masyarakat, bahkan dilisankan, para ritual-ritual kultural tertentu. Di Sumatra Utara, misalnya, di daerah-daerah tertentu, acara kultural lamaran diwarnai dengan berbalas pantun.
Sementara itu, kita mengenal aneka genre pantun secara konvensional—sejalan dengan tema yang diusungnya: misalnya pantun nasihat, pantun agama, pantun, persahabatan, pantun cinta, pantun jenaka, pantun kepahlawanan, pantun perkenalan, pantun teka-teki, dan sebagainya. Genre-genre pantun semacam itu tidak selalu dipaparkan di dalam buku daras bahasa Indonesia, namun mudah ditemukan di website atau blog penulis yang mencintai warisan kultural negeri ini.
Tentu saja, buku yang Anda pegang ini tidak memuat aneka genre pantun konvensional tersebut. Lebih dari itu, buku ini memotret dalam sebuah bingkai abadi tentang momentum bertemunya warga komunitas penulis RVL dan guru-guru penulis Yogyakarta. Di sana mereka bertemu untuk silaturahmi antar penulis dan sekaligus berguru pada penulis-penulis lebih berpengalaman serta mengunjungi situs kultural penting di sana.
Dengan kalimat lain, buku ini merupakan wadah ekspresi untuk menghimpun karya-karya pantun yang memantulkan dan merepresentasikan refleksi para penulis buku tentang momentum kopdar 2 RVL pada bulan Juni 2023 silam. Mereka menangkap momentum kopdar dengan kapatasitas masing-masing.
Sejumlah 22 penulis, dengan kemampuan dan minat menulis masing-masing, mendedahkan ide-ide reflekstif mereka dalam pantun yang berbeda pula. Ada pantun yang memberikan ucapan selamat atas sukses terlaksananya kopdar, ada yang merasa bangga dan terpesona pada RVL serta tertular virus-virus literasi yang telah ditebarkan oleh warga RVL selama ini.
Selain itu, ada pula yang di dalam pantunnya menyiratkan motivasi, niat silaturahmi sambil belajar menulis, dan pengakuan akan pentingnya RVL bagi perjalanan karir menulisnya. Ada pula yang menggambarkan perjuangan dan liku-liku perjalanan menuju kopdar, dan ada pula yang ingin berbagi karya menebarkan semangat literasi.
Tak ketinggalan, ada penulis pantun yang menyampirkan harapan dan impian besar untuk berkembang baik di dalam rumah komunitas RVL. Senada itu, ada penulis yang memberikan ungkapan apresiasi dan dedikasi bagi RVL, sehingga RVL menjadi komunitas yang berjaya di masa depan.
Meski demikian, catatan saya ini masih kalah menarik dari pantun-pantun yang terhimpun di dalam buku ini. Catatan saya hanyalah penjelajahan, bukan analisis konten mendalam dan terinci. Dan itu memang saya sengaja lakukan sedemikian rupa, sebab tugas saya memang hanyalah mengantarkan buku ini kepada Anda sebagai pembaca.
Mengingat kemampuan masing-masing penulis berbeda dalam menulis pantun, demikian pulalah hasil pantun yang mereka hasilkan. Oleh karena itu, saya persilakan Anda menyelami masing-masing pantun dan menerima apa adanya. Beberapa pantun mungkin lebih menonjol dari pada yang lain. Meski demikian, di mata Kajian Budaya, semua karya cipta penulis sah diperhatikan dan diberikan penghargaan sesuai kualitasnya.
Akhirnya, selamat membaca buku ini, dan selamat menyelami seluruh pantun yang ada. Bahkan, selamat mengkritisi pantun-pantun tersebut sesuai dengan perspektif dan pengetahuan Anda sendiri. Mudah-mudahan Anda memetik hikmah dan inspirasinya.[]
*Dr. Much. Khoiri, M.Si adalah dosen Kajian Sastra/Budaya & Creative Writing FBS Universitas Negeri Surabaya, sponsor literasi, certified editor/writer dengan 74 buku. Alumnus International Writing Program di University of Iowa, USA (1993) dan Chinese University of Hong Kong (1996). Tulisan ini pendapat pribadi.
Buku menjadi lebih menarik jika diberi pengantar oleh Abah Khoiri. Pengantar yg 👍👍👍 bagus sekali
Terima kasih atas apresiasinya.
Buku Pantun Kodar 2 RVL sebenarnya sudah lama mau Lahir karena sudah hamil 9 bulan, tapi nunggu Bidannya belum sempat. Ketika Bidannya sempat Membuatkan Kata Pengantar, maka langsung buku proses. Matur Nuwun Abah Khoiri smg minggu depan terbit untuk sangu dan meramaikan BAZAR di KOPDAR 3 RVL di Malang
Semoga harapan kita semua terkabulkan. Aamiin
Mantaplah kalau sudah Pahk Haji Emcho memberi Kata Pengantar. Apa saja yang beliau tulis selalu enak dibaca dan nagih. Terima kasih Pak Haji.
Tidak sabar, ingin menikmati sensasi senyum2 baca pantunnya.
Betul juga, Bu Mien. Saya juga demikian
Pentingnya peran sebuah pengantar…
Bravo Pak Emcho…
Sehat selalu nggih…
Barakallah…
Siap. Makasih banyak
Masha Allah, masha Allah, masha Allah : sehuah pengantar yang “sedap”, dimana setelah “mengecap” untaian kata-kata pengantar ini, saya merasa ingin segera “menyantap” _every slice of those pantuns_.
Hal lain yang menarik buat saya, dan insha Allah, akan menjadi tambahan quote saya adalah “Semua cipta karya penulis sah diperlihatkan dan diberikan penghargaan sesuai kualitasnya”.
Barakallah. Jazakallah khair atas pencerahan ini. Salam sehat dan makin sukses. Aamiin
Terima kasih banyak atas kunjungan dan apresiasinya
Sangat menarik abah Khoiri, memang pantun adalah bagian tak terpisahkan dari budaya bangsa yang perlu kita jaga. Uraian pengantar yang bapak kemas menambah rasa bangga menjadi bagian dari Indonesia. Selamat untuk komunitas RVL. Bolehkah saya menjadi bagian di dalamnya?
Salam literasi.
Matur nuwun sanget, Bu. Semoga tetap sehat dan berkarya
Terimakasih Abah, pengantar yg sungguh di kemas sangat baik, mampu menggugah, dan menyemangati kami untuk berkarya walau dalam keterbatasan ilmu yang masih dangkal dalam hal menulis
Semoga bermanfaat. Salam kreatif dan sehat selalu
Buku yang luar biasa karena bisa membangkitkan inspirasi.
Makasih, P Irpan
Beli padi, ya beli gabah
Beli buah, ya beli mangga
Pengantar pantun yang mantap Abah!
Para penulisnya pasti berbangga
Kelas ini indah dan bersih
Teruntuk Abah, terimakasih!
Maksih banyak, Bu Mimin. Selalu aktif berkarya ya