Hadiah Buku untuk Nadhira sebagai Persembahan Cinta Abadi

Oleh Much. Khoiri

BEGITU beragam cara yang digunakan manusia untuk mengekspresikan rasa cintanya kepada manusia lain, baik dengan bahasa verbal, bahasa tubuh, maupun bahasa simbolik. Cinta sudah setua peradaban manusia, bahkan jauh lebih tua lagi, sebab cinta bersumber dari Allah yang Maha Rahman. Tradisi penyampaian cinta ini sudah dimulai sejak zaman Nabi Adam dan Hawa hingga hari ini.

Keberagaman cara mengekspresikan cinta itu, tentu berubah dan berkembang sejalan dengan perkembangan zaman dan bersifat kultural—maksudnya, setiap kebudayaan dari bangsa-bangsa di jagad ini memiliki cara-cara unik dalam mengekspresikan cinta kepada sesama. Namun, hakikatnya adalah cinta itu sendiri. Di mata siapa pun cinta tetap memiliki keluasan dan kedalaman maknanya sendiri.

Baby yang lucu. Gambar: Lovepik

Buku yang ditulis oleh Telly D. ini—Nadhira, Terbanglah Rajawali Kecilku—tidak lain dan tidak bukan merupakan cara  yang luar biasa dalam mengekspresikan perasaan cinta, sebuah bukti persembahan cinta yang abadi untuk Nadhira cucu tersayangnya. Ada makna lebih luas dan dalam ketika hubungan nenek dan cucu ditandai dengan penghadiahan buku oleh sang nenek kepada cucunya.

Mengapa penghadiahan buku sebagai hadiah cinta abadi ini menarik? Ini masih termasuk peristiwa langka di negeri ini. Ibaratnya, ini sebuah jalan yang jarang dilalui, tetapi toh juga ditempuh oleh penulis Telly D. Memang ada penulis yang menghadiahi diri sebuah buku karya sendiri ketika dia berulang-tahun. Saya sendiri sudah rutin selama enam tahun ini menghadiahi diri dengan buku sendiri ketika merayakan ulang tahun. Semuanya terasa spesial dan tak terlupakan.

Nadhira, penerima persembahan buku ini, memang tidak sedang merayakan ulang tahun, namun pada waktunya dia akan merasa merayakan ulang tahunnya berulang-ulang ketika dia mendapati makna luas dan dalamnya buku ini. Mengapa? Buku ini merupakan penggalan awal biografi dari fase-fase hidup Nadhira, sehingga serial kelanjutannya masih akan tersambung hingga waktu yang tak terbatas.

Saat buku ini dipersembahkan, Nadhira memang belum mampu membaca, mengingat dia masih kecil. Namun, bisa dibayangkan, apa reaksinya tatkala suatu saat dia mampu membaca dan menangkap pesan dalam buku ini. Masih ada banyak waktu ke depan hingga Nadhira mendapati buku ini dengan apresiasi, kekaguman, dan inspirasi untuk melanjutkannya.

Alangkah beruntungnya Nadhira, memiliki nenek Telly D. yang juga sebagai penulis—saya menyebutnya “penulis pensiunan yang berjiwa muda.” Dia memiliki kepekaan yang tajam untuk menulis biografi pendek Nadhira, memangkap setiap momen penting mulai sebelum Nadhira lahir hingga Nadhira tinggal di negeri Singapore bersama kedua orangtuanya. Tajamnya kepekaan itu tampak dari artikel-artikel yang dihimpun dalam buku ini. Kata penulis buku ini dalam prakatanya, “Saya menulis apa yang terjadi, tindakan yang saya lakukan, apa yang saya rasa, dan apa yang saya pikirkan dengan ungkapan yang ekspresif.”

Kekuatan buku ini terpantul bukan hanya pada pemilihan topik yang diangkat menjadi tulisan-tulisan yang menarik, melainkan juga cara penyajiannya dengan nalar yang enak dan gaya bertutur yang komunikatif. Bahkan, buku ini juga menyimpan kekuatan doa dan harapan dari penulisnya. Jelas sekali, penulis ini menulis artikel-artikel yang ada dengan segenap hati.

Yang paling menarik dari buku ini adalah bahwa buku ini, sebagaimana disampaikan penulisnya, akan diteruskan dengan serial-serial selanjutnya, termasuk oleh orangtua Nadhira dan Nadhira sendiri pada suatu saat kelak tatkala dia sudah mampu menulis. Ini akan menjadi serial biografi yang sangat dahsyat—bahkan belum pernah saya temukan hingga kini. Sebuah budaya keluarga literat yang dipenuhi kasih sayang.

Sebagai epilog, tentu saja, saya berharap, buku ini memberikan hikmah dan inspirasi bagi pembaca, agar mereka juga menulis tentang diri dan keluarganya. Ini akan menjadi tradisi literasi yang sangat signifikan untuk turut menyukseskan gerakan literasi di negeri ini. Semoga doa dan harapan menemukan takdir terbaiknya.[]

Gresik, 26 Maret 2023

*Dr. Much. Khoiri, M.Si. adalah dosen Unesa Surabaya, sponsor literasi, trainer, certified editor/writer, menerbitkan 74 buku fiksi-nonfiksi. Tulisan ini pendapat pribadi.

Author: admin

MUCH. KHOIRI adalah dosen Kajian Budaya/Sastra dan Creative Writing, sponsor literasi, blogger, certified editor & writer 74 buku dari Unesa. Di antaranya "Kitab Kehidupan" (2021) dan "Menjerat Teror(isme): Eks Napiter Bicara, Keluarga Bersaksi" (2022).

5 thoughts on “Hadiah Buku untuk Nadhira sebagai Persembahan Cinta Abadi”

  1. Budiyanti says:

    Alhamdulillah dengan hadirnya buku karya Bunda Telly ini. Pasti suatu saat Nadhira akan bahagia punya nenek penulis. Buku yang bisa jadi inspirasi para nenek untuk mempersembahkan buku bagi cucu tercinta. Wah saya jadi ingin melanjutkan kisah cucu yang lucu dan menggemaskan.

    1. admin says:

      Monggo, lanjutkan Bu

  2. Sri Rahayu says:

    Eyang yang top markotop yang telah menorehkan sejarah kehidupan seorang cucu NADHIRA. Beruntung sekali Nadhira. Dengan diantar oleh Eyang Emcho menapaki kisah kehidupan dari awal…
    Barakallah…semuanya…

    1. Mustajib says:

      Masha Allah. Sangat memginspirasi. Terima kasih, Pak Doktor Emkho

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *