Oleh Much. Khoiri
Dulgemuk menjelajah koran pagi. Menjelang pemilu begini, berita berlimpah tentang tokoh-tokoh politik—di antara limpahan berita penting lainnya—menghiasi koran-koran cetak dan online, televisi, radio, serta media-media baru semacam youtube, tiktok, facebook, telegram, twitter, dan sebagainya. Semua ada dalam genggaman!
Dulgemuk membaca keras beberapa judul berita: “50 tawanan Hamas ditukar 150 tahanan. Selebriti Pro-Palestina dikucilkan. Puluhan jurnalis jadi korban senjata Israel. Empat provinsi belum tetapkan UMP 2024. Dua korban laka KA Lumajang masih kritis. Apdesi bantah dukung capres. Lalu ini: silaturahmi politik…”
Nah, ini dia. Salah satu kabar paling gres adalah silaturahmi politik. Binatang apa lagi ini? Ia adalah silaturahmi yang dilakukan oleh tokoh-tokoh politik ke tokoh agama dan tokoh pendahulu di negeri ini, di mana pun berada. Tak terlewat, capres-cawapres juga sedang gencar melakukannya, belakangan ini.
Dulkrempeng kelihatan suntuk, langsung sewot. “Silaturahmi politik, 100 persen ada maunya,” celetuk Dulkrempeng, sambil mengincip ketan goreng yang masih hangat. Di lidahnya, ketan itu terasa pahit dan gosong.
“Hush, hati-hati kalau bicara, Kang. Apa maksud ‘ada maunya’ itu?,” sahut Dulgemuk, seraya menyeruput kopi susunya. Jauh dari Yu Tun, kopi susu warung pun jadi.
“Cari dukungan, “tegas Dulkrempeng. “Bungkusnya saja sowan, silaturahmi, padahal aslinya minta didukung untuk maju jadi presiden.”
“Lha memang capres, kan wajar cari dukungan. Mau jadi lurah saja juga perlu sowan kiai dan sesepuh desa. Masak itu tidak boleh ditiru oleh calon presiden?”
“Kalau di desa kan diam-diam. Sowan-sowan itu dianggap rahasia, agar tidak terbaca langkahnya oleh calon kades lain. Lha kalau capres-cawapres ini, silaturahmi politiknya disebarkan loh. Bai desain. Bai rekayasa.”
“Ini era berkuasanya media, Kang. Tanpa disuruh pun, media akan senang hati menebarkan berita. Sudah otomatis.”
“Ah, Kang Dulgemuk kayak gak tau saja. Asalkan punya dana, berita di media bisa diatur, baik kuantitas maupun kualitasnya.”
“Wuih, keren juga ungkapanmu, Kang. Asalkan punya dana, berita di media bisa diatur, kuantitas dan kualitasnya.”
Dulkrempeng kelihatan cengar-cengir. Bubuk kopi hitam yang diseruputnya kelihatan membekas di bibirnya. Tapi aroma kopi itu tak lagi sewangi bunga. Pagi ini warung ketan dan kopi Yu Nah menjadi gayeng tertahan suntuk. Celetukan Dulkrempeng membuat orang-orang yang membincang naiknya harga-harga pokok diam sejenak.
Dulgemuk terkesan dengan ungkapan Dulkrempeng, padahal biasanya dia cuek bebek dengan peristiwa politik di negeri ini. Biasanya, pokoknya bekerja, ya punya uang dan hidup nyaman. Kalau tidak kerja, ya sama-sama kere alias melarat. Dulgemuk telah salah sangka. Ternyata, sohibnya itu diam-diam menghanyutkan. Dia mengikuti ombak berita terkait pemilu yang akan digelar dalam waktu dekat.
Benar juga kata-kata sohibnya. Yang punya dana, berpeluang bisa “mengkondisikan” media. Capres-cawapres tertentu lebih sering masuk (dimuat) media dari pada lainnya. Bahkan ada yang setiap hari diberitakan atau diprofilkan di sana. Itu bisnis, tentu harus bayar. Dulgemuk pernah tahu dunia semacam itu. Tidak ada urusan gratis di dunia ini. Hidup media!
Begitulah, silaturahmi politik capres-cawapres amat gencar dilakukan akhir-akhir ini dan diviralkan—sesuatu yang tidak atau jarang dilakukan sebelumnya. Jika pernah pun, pastilah kecil frekwensinya. Maka, masuk di akal kata-kata Dulkrempeng, bahwa patut disangka bahwa mereka silaturahmi politik itu karena ada maunya.
Belum lagi pasangan capres-cawapres yang punya tim medsos canggih. Mereka bisa membuat jagad youtube seperti pasukan tank perang. Tiktok seperti granat-granat yang dilemparkan. Juga WAG-WAG yang dimanfaatkan untuk ajang kampanye terselubung. Para pendukung perang politik sendiri di berbagai ajang media. Saat ini silaturahmi menjadi topik paling top untuk digoreng.
“Ada maunya” ini apa? Ya, tentu bukan sekadar silaturahmi biasa, untuk memenuhi perintah menjaga dan menguatkan silaturahmi. Ini silaturahmi politik, Bung, jadi yang demi keuntungan politik yang diusungnya: Mungkin agar diri dan partai pengusungnya direstui dan didoakan, intinya agar diberi dukungan alias dipilih dalam pemilu nanti.
Dulgemuk sepakat dengan Dulkrempeng, bahwa mustahil silaturahmi politik itu tanpa embel-embel ‘ada maunya’. Mustahil alias tidak mungkin. Bayangkan, mereka diantarkan oleh puluhan orang untuk bisa sowan ke tokoh-tokoh nasional, termasuk kiai-kiai besar. Perjalanan mereka tidaklah gratis, semua pakai biaya besar. Mengiklan di media, untuk menyebarkan berita silaturahmi, juga tidak gratis.
Di antara silaturahmi itu ada hasil berupa deal tertentu, ada juga yang hanya silaturahmi. Jika dukungan terbukti, kelak akan dibayar apa yang teah dijanjikan. Mungkin pembangunan fisik, mungkin bantuan fasilitas. Itu yang ada deal-nya. Jika tidak ada deal tertentu, begitu keluar rumah tokoh sesepuh, sang tamu hanya bilang bahwa mereka hanya bertamu saja, sesuatu yang sudah lama tertunda.
Sebelum ini, silaturahmi politik juga telah berlangsung, untuk membangun kolaborasi antar partai politik, tentu dengan deal-deal tertentu. Sekarang, juga berlangsung silaturahmi politik capres-cawapres. Di balik layar, partai-partai politik diam-diam juga terus memantau perkembangan, dan amat mungkin akan melakukan silaturahmi-silaturahmi politik lagi.
“Mbok ya mikir rakyat kecil begini, “ celetuk Dulkrempeng tibatiba. “Beras naik, penjual nasi seperti Mak Nah, kan repot memutarkan uang. Apalagi cabe naik dari 60 ribu ke 90 ribu. Ini bukan naik, Bos, justru ganti harga. Ah, paling-paling nanti siapa pun presidennya, tidak akan ngaruh pada kebutuhan pokok.”
Dulgemuk langsung menyahut, “Mudah-mudahan ke depan tidak begitu lagi. Nih, dalam silaturahmi politiknya, pasangan AMIN soroti ketimpangan desa dengan kota, Prabowo-Gibran lanjutkan misi ekspor budaya, Ga-Ma komitmen bangun pemerataan SDM. Mantap juga, kan?”
“Itu juga ada maunya. Tapi, rakyat seperti saya hanya perlu bukti, bukan janji-janji yang tak pernah ditepati.”
Kali ini Dulgemuk tak merespon Dulkrempeng. Dulkrempeng benar, bukti nyata lebih dahsyat dari pada kata-kata janji indah.[]
Gresik, 25/11/2023
*Much. Khoiri adalah dosen, sponsor literasi, certified editor/writer.
Cerdas Dulgemuk dan Dulkrempeng. Sing penting bukti. Bukan janji-janji melulu. 😃😃😃
Sing penting bukti nyata
Astlyik sekali Dulgemuk dan Dulkempreng yang bincang panggung politik, santai tapi masuk percakapannya.
Jadi tertarik membaca tulisan tentang politik deh…karena Dulgemuk dan Dulkempreng yang bertutur… Padahal sebelumnya tak tertarik sama sekali…Matur nuwun duo Dul…
Barakallah…
Mari membaca dengan kaca mata berbeda, demikian pula menulis.
Politik sudah mulai panas pak.
Tulisan yang inspiratif.
Matur nuwun Pak
Tentang politik, tapi terasa ringan dengan model begini….
Terima kasih banyak, Bu Mien
Tulisan yang enak dibaca, semakin success dengan karya-karya terbaiknya