Talkshow ‘Lazuardi’ SSFM: Mengikat dan Berbagi Ilmu dengan Tulisan

Oleh Much. Khoiri

Pada Kamis 25 Mei 2023 pukul 19.00-20.00 saya menjadi nara sumber program talkshow Lazuardi di radio Suara Surabaya FM (SSFM), dengan host Fabian Yudhistira. (Saya berterima kasih kepada Mbak Ayu Fitriana telah mempertemukan saya dengan host luar biasa ini.) Dengan tema “Mengikat Ilmu dengan Tulisan”, talkshow bertujuan membagikan ilmu, bukan hanya dicontohkan melainkan juga disimpan dengan cara ditulis.

Saat membuka acara, Mas Fabian—begitu saya menyebut Fabian Yudhistira—memperkenalkan saya sebagai Blantik Literasi, dosen Unesa, penggerak literasi, certified editor & writer yang telah menerbitkan 70 buku. Kemudian, Mas Fabian bertutur: “Pekan lalu diskusi Lazuardi tentang Ilmu dan perilaku, bahwa ilmu yang baik adalah yang ditulis. Nah, malam ini kita ketemu dengan penulisnya. Kita tanyakan ke penulisnya langsung, Pak Muchamad Khoiri.”

Gambar flyer acara lazuardi. Flyer: Dok Radio SSFM 100.

Bagaimana isi talkshow tersebut? Pada bagian berikut ini saya paparkan versi tulisan dari pokok-pokok pertanyaan (dalam istilah Lazuardi ‘question routes’) dan jawaban yang hadir dalam ruang talkshow. Pertanyaan Mas Fabian (tertulis dengan huruf kapital) dan jawaban saya disajikan secara subsekuen berikut ini.

1. APAKAH BETUL “ILMU YANG BAIK ADALAH YANG DITULIS”? KENAPA?

Saya pikir, ungkapan itu perlu disampaikan begini: Ilmu yang baik sebaiknya ditulis—bukan ilmu yang baik adalah yang ditulis. Ungkapan itu bukanlah ungkapan definitif, melainkan ungkapan predikatif. Sebab itu, saya lebih sreg dengan ungkapan: Ilmu yang baik sebaiknya ditulis.

Mengapa ilmu yang baik sebaiknya ditulis? Pertama, kemampuan otak kita sangat terbatas untuk mengingat sesuatu (ilmu). Dalam bahasa saya, apa yang kita pikirkan akan hilang, apa yang kita ucapkan akan sirna, apa yang kita lakukan akan lenyap—kecuali kita menuliskannya! Dengan ditulis, ilmu bisa dibaca ulang setelah ia ditulis.

Sejarah penulisan kitab-kitab suci menunjukkan betapa sehebat apa pun kekuatan memori manusia, tetaplah diperlukan untuk menuliskan wahyu para rasul atau utusan Tuhan. Dulu, sejatinya, amat mungkin banyak orang yang memiliki kekuatan mengingat ayat-ayat suci dengan sangat baik; namun, mereka memprediksikan bahwa ke depan ayat-ayat suci yang teringat itu akan hilang jika generasi penerus memiliki kelemahan dalam mengingatnya. Sebab itu, kekhawatiran mereka terjawab dengan adanya upaya penulisan kitab-kitab suci, berdasarkan daya ingat mereka yang masih kuat dan sahih.

Kedua, menulis ilmu itu hakikatnya mengabadikannya. Pertama, ada hadits Nabi (HR Ibnu ‘Abdil Barr): “Ikatlah (catatlah) ilmu dengan tulisan.” Kedua, para ulama juga mengibaratkan: “Ilmu ibarat binatang buruan, dan tulisan adalah tali pengikatnya. Maka ikatlah buruan-buruan yang ada dengan tali yang kokok/kuat.” Ketiga, Pramoedya Ananta Toer: ““Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.”

2.ILMU APA YANG PAK KHOIRI TULIS ?

Ilmu yang saya tulis adalah aneka ilmu yang saya peroleh dengan iqra (membaca dalam arti luas) maupun berkat menghayati atau mengalaminya. Tulisan-tulisan saya saya publikasikan lewat seminar/diskusi, jurnal, media cetak, media online, dan buku. Saya tidak menyebutkan nama-nama diskusi, jurnal, media cetak, dan media online di sini—sebab mereka akan memakan space yang luas dan panjang.

Namun, saya hanya menyebut publikasi yang berupa buku, dan itu pun hanya sebagai sampel saja. Pertama, saya menulis ilmu dan pengetahuan saya dalam literasi (menulis), misalnya dalam buku Rahasia Top Menulis (2014), Pagi Pegawai Petang Pengarang (2015), SOS Sapa Ora Sibuk: Menulis dalam Kesibukan (2016, 2020), Write or Die: Jangan Mati Menulis Buku (2017), Mata Kata: Dari Literasi Diri (2017), Writing Is Selling (2018), Praktik Literasi Guru Penulis Bojonegoro (2020), dan masih banyak lagi.

Saya juga membukukan ilmu sastra dan budaya, misalnya dalam buku kumcer Ndoro Saya Ingin Bicara (2011), kumpuis Gerbang Kata (2016), Jejak Budaya Meretas Peradaban (2014), Gegar Budaya: Menabur Hikmah Merajut Makna (2015), Bukan Jejak Budaya (2016), dan sebagainya. Deretan judul saya perkirakan akan bertambah pada tahun-tahun mendatang.

Selanjutnya, saya pun membukukan ilmu human interest dan hikmah (catatan harian/hikmah dan perjalanan), misalnya dalam buku Titik Balik Menuju Cahaya (2021), Kitab Kehidupan: Minum Kopimu, Baca Dirimu, Temukan Fitrahmu, Hayati Hidup Baru (2021), Mengenang Sang Guru (2020), Maestro: Mengikat Makna dalam Kenangan (2020), dan sebagainya.

3.KENAPA HARUS DITULIS ?

Pertama, ilmu ditulis untuk kepentingan mengabadikannya, mengingat daya ingat manusia terbatas, sebagaimana yang telah saya singgung di bagian awal. Kedua, dengan menulis ilmu, lebih mudah mempublikasikannya kepada masyarakat. Baik lewat media cetak maupun media noncetak, ilmu yang kita tulis bisa menyebar kepada masyarakat, dan hal ini jauh lebih efektif dibandingkan dengan cara menyampaikannya secara lisan. Ketiga, ketika ilmu sudah ditulis dan disebarkan, ada kemungkinan untuk bisa disitasi (dikutip) atau dikembangkan ke dalam karya tulis lain.

4.DEFINISI “DITULIS” SAAT INI ITU YANG BAGAIMANA ? LALU BAGAIMANA YANG DITULIS, TAPI DI HP? APA BEDANYA ?

“Ditulis” di sini bermakna bahwa pikiran atau bahasa verbal ditransformasikan (diubah) ke dalam bahasa tertulis. Tentu saja, kaidah penulisan tertulis perlu diikuti untuk memperoleh tulisan yang baik. Adapun wujudnya bisa karya cetak maupun karya digital. Untuk generasi muda mungkin suka buku digital, tetapi generasi “senior” lebih suka buku cetak (karena kebiasaan di masa lampau).

Kalau menulis dengan HP, dengan aplikasi tertentu, ya tidak apa-apa, sebab saat ini begitu banyak aplikasi yang dapat digunakan untuk membantu kita menulis. Namun, hasilnya tetap saja perlu diiringi dengan semangat “mengabadikan” ilmu-ilmu dari pikiran, perasaan, pengalaman. Pengabadian ilmu dalam tulisan akan mempermudah sharing (berbagi) kepada orang lain.

5.TREN MASYARAKAT KITA/ MEMBAGIKAN ILMU ITU SAMPAI TAHAP MANA?

Belum ada sigi/riset mutakhir tentang hal ini, namun kesadaran berliterasi sudah membaik sejak Gerakan Literasi Nasional 2016. Pelatihan literasi, membaca dan menulis digelar secara masif. Penerbitan buku juga bertambah secara signifikan. Media online juga menyokong publikasi. Meski demikian, keadaan ini harus terus ditingkatkan secara berkelanjutan.

Pada sisi lain, ada media sosial yang “memanjakan” masyarakat, kadang membuat masyarakat tidak literat dalam membaca dan membagi (share) materi. Inilah pentingnya terus menggencarkan kampanye literasi digital dan literasi media, agar masyarakat semakin cerdas dan bijaksana ketika menerima informasi dan membagikannya kepada pihak lain.

6.SESUDAH DITULIS, SELANJUTNYA APA?

Setelah ilmu ditulis, selanjutnya ia dipublikasikan atau dibagikan kepada masyarakat secara luas: bisa lewat forum diskusi/seminar, jurnal, media cetak, media online, buku. Masing-masing media atau forum memiliki komunitasnya sendiri. Sebab itu, semakin banyak forum atau media bisa dimanfaatkan untuk berbagi, hal itu akan semakin baik.

Dari perspektif tujuan, publikasi tulisan itu merupakan upaya untuk mencerdaskan bangsa. Entah seberapa pun hasil yang akan dipetik, ilmu yang dipublikasikan lewat tulisan akan mempengaruhi masyarakat dalam cara berpikir, berbicara, bersikap dan berperilaku. Ada banyak buku telah membuktikan kekuatannya—termasuk buku-buku motivasi yang ditulis oleh para penulis dunia—sehingga masyarakat teah berkembang menjadi lebih baik dalam menjalani hidup.

Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa sharing tulisan yang diterima dari orang lain wajib dicek dulu kesahihan sumber dan penulisnya. Mari hindari penyebaran hoaks alias berita bohong. Penyadaran publik benar-benar terus digalakkan di negeri ini. Masyarakat juga perlu disadarkan untuk menjadi literate community (masyarakat literat) yang cerdas dalam menerima informasi dan cerdas pula dalam berbagi.

7.APA PESAN PAK KHOIRI?

Pesan saya, mari memasang mata elang/rajawali dan menggunakan tangan wartawan untuk merekam inspirasi dan ide yang kita peroleh setiap hari, kemudian kita menuliskannya dengan segenap hati. Dengan menulis, kita berupaya membagikan dan menebarkan ilmu yang dilandasi kebaikan dan kebenaran. Semoga semua menjadi amal jariyah kita.

Driyorejo, 25 Mei 2023

Author: admin

MUCH. KHOIRI adalah dosen Kajian Budaya/Sastra dan Creative Writing, sponsor literasi, blogger, certified editor & writer 74 buku dari Unesa. Di antaranya "Kitab Kehidupan" (2021) dan "Menjerat Teror(isme): Eks Napiter Bicara, Keluarga Bersaksi" (2022). View all posts by admin