Oleh Much. Khoiri
PERISTIWA dan pengalaman sehari-sehari bisa dijadikan bahan tulisan yang menarik, yakni catatan harian. Namun, tidak semua catatan harian itu menarik untuk diikuti sampai tuntas, kecuali penulis telah memenuhi bumbunya? Apakah itu? Sentuhan makna!
Banyak tulisan catatan harian yang kering dan tidak mengesankan sama sekali, sebab tulisan-tulisan itu hanya memaparkan “permukaan”-nya saja, hanya mengisahkan atau melaporkan fakta belaka, apalagi penyajiannya boros dan tidak cermat menggunakan kata. Pembaca mungkin bisa meraup pengetahuan baru dari tulisan seadanya itu tetapi tidak akan besar impresinya.

Kover buku. Sumber gambar: Dok Pribadi
Agar catatan harian “berbeda” alias istimewa (distinguished) dari catatan harian biasa, penulis perlu memberikan sentuhan makna terhadap fakta permukaan yang dijadikan bahan tulisan. Maksudnya, penulis perlu memberikan makna dengan nilai hikmah tertentu atas peristiwa atau kejadian yang dialaminya, agar meninggalkan kesan mendalam bagi pembaca.
Penulis yang hanya melaporkan fakta permukaan kemacetan yang menumpuk, itu hanya catatan harian “biasa”. (Untuk pemula, masih dimaklumi; namun untuk penulis lama, jangan terjadi lagi.) Namun, jika dia menambah makna bahwa di dalam kemacetan itu ada hikmah untuk belajar bersabar, ikhlas, dan tenggang-rasa (misalnya juga dengan ungkapan filosofis), maka tulisannya akan menjadi catatan harian “berbeda” (istimewa).
Demikianlah kesan yang sejalan dengan buku 1 Pesan 1 Peristiwa: Memetik Hikmah dalam Setiap Kejadian karya Abdullah Makhrus dan Akhtim Wahyuni ini. Buku dengan kover berlatar coklat gelap dan ada gambar sandal jepit ini mengajak kita merenung betapa dalam setiap peristiwa remeh temeh pun ada hikmah yang dikandungnya.
Kover buku ini sudah menggelitik pembaca tentang isi yang dikandungnya. Kata kuncinya, dalam setiap peristiwa ada hikmah yang perlu dipetik—di dunia ini suka-duka semua ada hikmahnya. Sebab itu, pembaca diharapkan bijaksana dalam menyikapi apa yang dialaminya dalam kehidupan ini.
Sebagaimana tercermin dari judulnya, buku ini berisi tulisan catatan harian penulis yang tentu ditulis berdasarkan amatan dan pengalaman. Ada 50 artikel dengan beragam topik—sebagaimana beragamnya pengalaman dan pengetahuan yang dihayati oleh penulisnya. Meski demikian, seluruh artikel itu ditata bebas, tidak dikelompokkan dalam kategori tertentu. Agaknya, pembaca diberi kebebasan untuk menjelajahinya dengan caranya sendiri.
Di antara hal paling menarik dari buku ini adalah kemampuan penulis untuk memberikan makna pada peristiwa atau kejadian yang ditulisnya—sebagaimana yang saya singgung dalam pengantar saya di atas. Itu dalam perspektif penulis. Sementara itu, dari perspektif pembaca, pembaca memetik makna yang ditawarkan oleh penulis yang telah memberinya makna.
Kemampuan berpikir dengan memberikan makna itu dikenal dengan kemampuan berpikir suprarasional. Mas Makhrus sebagai penulis sudah menerapkan cara berpikir ini, sebagaimana ditulis Dr. Raden Ridwan Hasan Saputra, M.Si (Presdir Klinik Pendidikan MIPA dan Ketua Jaringan Suprarasional) dalam Pengantarnya: “Seiring dengan cara berpikir Pak makhrus yang menurut saya sudah mulai menerapkan cara berpikir suprarasional, tulisan-tulisan dalam buku ini membuat hati semakin cerdas.” (hlm. 7).
Pemberian makna itu juga berarti menambahkan kutipan dalil atau ungkapan filosofis, seringkali dengan menyitir ayat Al-Qur’an dan Hadis, sebagai penguat klaim reflektif yang telah dibuatnya. “Para pembaca akan menemukan beberapa judul di buku yang ketika membaca isinya seperti mendengarkan petuah seorang guru yang mumpuni yang syarat dengan hikmah,” tulis pemberi Pengantar.
Sebutlah sebuah artikel dalam buku ini, misalnya, “Menemukan Motivator Terbaik”. Dalam artikel ini, penulis buku mengajukan pertanyaan, siapa sesungguhnya motivator terbaik untuk menjalani hidup ini. Dia mengutip Hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar RA. Kemudian, dari Hadis itu, penulis mengajukan ungkapan hikmahnya: “Dari hadis di atas kita telah menemukan motivator terbaik dalam hidup kita. Dia adalah kematian.” (hlm. 11).
Lalu, di akhir artikel tersebut dia menyajikan ringkasan isi artikel dalam kotak kutipan: “Motivator terbaik dalam hidup kita adalah kematian. Coba bayangkan, andaikan kita mendapatkan informasi dari dokter bahwa akan mati besok pagi setelah subuh. Apa yang akan kita lakukan malam ini?”
Demikianlah secara umum yang penulis lakukan dalam mengemas tulisan-tulisannya dalam buku ini. Arahnya, pembaca ditawari untuk memetik hikmah yang terkandung dalam peristiwa atau kejadian. Selain “Menemukan Motivator Terbaik” di atas, pembaca bisa menelusuri artikel-artikel seperti “Mempraktekkan Ilmu Suprarasional”, “Perubahan Kecil, Hasil Besar”, “Apa Rahasia di Balik Banjir”, “Tiga Rahasia Sukses Belajar Sabar”, “Belajar IPA Belajar Muhasabah”, dan masih banyak lagi yang mencerminkan pentingnya memetik hikmah.
Yang penting lagi, pentingnya pembaca memetik hikmah juga perlu ditindaklanjuti dengan introspeksi diri untuk menjadi manusia yang lebih baik. Ini tercermin dari dua artikel penutup dari buku ini, yakni “Kapan Aku Dadi Wong Apik?” (maksudnya, kapan saya menjadi orang baik?). Artikel pungkasan melengkapinya: “Iman akan Membuat Kita Tenang.” Kita harus memegang teguh iman di dada, kekayaan yang tiada tandingnya.
Menimbang buku ini, dari segi isinya, ia layak jadi bacaan bagi siapa pun yang haus mereguk hikmah dalam setiap kejadian—atau bagi siapa pun yang ingin menulis catatan harian serupa itu. Namun, dari segi layout, maaf saya sampaikan, layout buku ini perlu ditingkatkan lagi: penataan margin yang terlalu mepet dan pemberian halaman yang belum memenuhi standar buku.
Akhirnya, saya berharap pembaca segera menemukan buku ini, agar dapat segera membacanya secara utuh. Tugas saya sudah selesai, yakni memberikan penjelajahan awal tentang buku ini. Selebihnya adalah tugas pembaca, menyelami isi buku ini dan memetik mutiara-mutiara hikmahnya.*
Gresik, 1 Februari 2023
Judul buku | 1 Pesan 1 Peristiwa: Memetik Hikmah dalam Setiap Peristiwa |
Penulis | Abdullah Makhrus & Akhtim Wahyuni |
Penerbit | Klinik Pendidikan MIPA |
Tahun terbit | Oktober 2021 |
Tebal | iii + 193 Halaman |
ISBN | 978-979-1498-97-5 |
Baca juga:
Peresensi sukses menggerakkan rasa ingin membaca buku ini. Isinya di uraiankan dg menarik.
🙏🏻🙏🏻🙏🏻buku yg menarik diresensi dg menarik menunggu apalagi untuk membacanya …. Go..go…
Terima kasih atas apresiasinya
Alhamdulillah..terima kasih banyak Master Emcho. Sudah berkenan membaca dan meresensi buku saya. Sebuah kehormatan tersendiri. Semoga bisa lebih memacu saya untuk terus berkarya. Barokallah Master
Ayo lanjutkan ke resensi buku selanjutnya.
Buku tentang hikmah dan kematian selalu menarik untuk dibaca. Karena tanpa kemampuan memetik hikmah kita tidak akan sulit bersyukur atau Rida terhadap takdir-Nya. Dan tanpa mengingat kematian kita bisa kebablasan dalam menjalani kehidupan di dunia yang sementara dan lupa bahwa kita semua pasti kembali ke kampung akhirat. Terima kasih ilmunya, pak Emcho.
Terima kasih, Bu Sita
Tulisan yang keren dan sangat menarik. Sejak kata pertama mengalir sampai akhir dengan lugas. Sip, mantap.
Terima kasih, Pak Untung
Masya Allah, begitu indahnya tulisan dari resensi buku master kita.. memetik hikmah dari setiap tulisan.. tentu ini ilmu baru bagi saya yang masih baru.. makasih banyak master. Sehat selalu sekeluarga.
Terima kasih telah mampir ke website saya, Daeng Ardi
Makasih prof, this articke is very useful
Thanks so much, Bu Enas. Nice comment.