Komunitas RVL sebagai Ekosistem Literasi

Oleh Much. Khoiri

Dalam tulisan ini ekosistem literasi dibatasi dengan lingkungan tempat praktik dan peristiwa literasi hidup dan dialami oleh individu pembelajar literasi. Ranahnya bisa meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.

Mengapa ekosistem literasi penting? Ekosistem literasi itu ibarat kolam. Ketika ikan hidup di dalam kolam yang berair bersih, dengan tetumbuhan air semacam teratai dan enceng gondok, diberi makanan secukupnya, maka ikan akan tumbuh dan berkembang dengan baik, memuaskan pemilik kolam dan orang lain.

Logo Rumah Virus Literasi. Sumber: Dok Pribadi

Sebaliknya, ketika ikan itu dipindah ke kolam yang kotor, termasuk terpolusi airnya oleh limbah industri secara terus-menerus, dibiarkan tanpa diberi makanan oleh pemilik kolam (karena sengaja tidak memelihara ikan), maka ia akan hidup seadanya, sebagaimana alam membentuknya. Di dalam kolam kotor tidak akan ditemukan ikan yang higienis.

Dunia literasi juga demikian. Ekosistem literasi yang kaya akan membuat pelaku (baca: pembelajar) literasi tumbuh dan berkembang dengan baik. Ekosistem literasi yang kaya itu—meminjam kerangka Hannon & Nutbrown (2005)—cukup fasilitas dan kesempatan untuk menjadi asupan diri, ada pengakuan dari orang-orang yang tinggal di dalamnya, cukup interaksi dalam mempraktikkan literasi, dan ada figur (model) yang bisa diteladani.

Ketika orang ingin mahir membaca, ia perlu dekat dengan orang yang kutu buku alias suka membaca, atau sebaliknya ia didekati oleh orang yang suka membaca itu. Dengan begitu, ia akan bisa mengakses bahan bacaan memadai, mendapat teman diskusi dan pengakuan atau penghargaan, serta model di depan mata. Seiring waktu, ia akan menjadi pembaca yang andal, di mana membaca adalah kebutuhan primernya.

Demikian pun orang yang ingin mahir menulis. Ia harus masuk ke dalam ekosistem menulis yang kondusif. Ia harus mencemplungkan diri ke dalam lingkungan penulis, semisal komunitas penulis yang produktif. Bukan hanya mencemplungkan diri tanpa berbuat apa-apa, tentunya. Ibaratnya, ia harus mandi, berenang, tenggelam, mengambang, dan mengitari seluruh bagian kolam—bergaul akrab dengan seisi kolam literasi.

Rumah Virus Literasi (RVL), tentu, telah hadir sebagai ekosistem literasi yang kondusif bagi siapa pun yang ingin menjadi penulis. RVL menyediakan fasilitas program pelatihan menulis dan bincang buku secara rutin, masing-masing dua kali sebulan. Kalau tidak hadir, malah diingatkan. Itu merupakan ‘kesempatan’ yang disediakan RVL agar semua warganya menjadi virus literasi yang militan.

Di samping itu, warga RVL diajak untuk mempraktikkan menulis dalam program “sabusakel” (satu bulan satu artikel), di antaranya menulis resensi buku yang disukainya (bulan Desember 2022 dan Januari 2023) dan resensi buku karya sesama anggota RVL (bulan Februari 2023). Ini kesempatan untuk membiasakan membaca dan sekaligus menulis—bahkan mengedifikasi sesama penulis.

Pengakuan atau rekognisi juga diberikan di dalam RVL. Apa wujudnya? Yang paling kentara adalah blogwalking (BW, saling kunjung blog) sudah semakin membudaya di kalangan warganya. Jika tidak komentar dalam blog, ya komentar langsung di WAG RVL. Setidaknya, pengakuan itu berupa apresiasi, minimal dalam bentuk emoticon jempol atau toyyib. Apresiasi semacam itu saja pun sudah memberikan suntikan semangat yang tak ternilai.

Tentang interaksi jangan ditanya. WAG RVL adalah salah satu grup literasi paling aktif di Indonesia. Warganya bisa berinteraksi dengan aktif setiap hari, baik ketika saling memberi komentar atas tulisan yang diposting, maupun saling memberi masukan ketika membahas sesuatu isu. Ini memperkuat keakraban, kekompakan, dan kolaborasi yang—ketiganya—penting dibangun selama belajar praktik literasi.

Untuk model literasi, telah tersedia modelnya. Ada nama-nama penulis yang dijadikan model dalam komunitas RVL. Tidak perlu saya sebutkan nama mereka satu persatu, cukup diamati dalam keseharian. Sebaiknya, tulisan-tulisan mereka diperhatikan, dipelajari, dan (jika perlu) diadopsi untuk pengembangan diri. Mereka bisa menjadi guru, senior, atau teman belajar yang produktif, dan itulah yang sejatinya dibutuhkan selama belajar menguasai kemahiran menulis.

Adanya RVL sebagai ekosistem literasi yang kondusif—dalam menyediakan kesempatan, pengakuan/penghargaan, interaksi, dan model praktik literasi—sepatutnya perlu disyukuri. Syukur di sini jangan hanya dimaknai sebagai ungkapan hamdalah secara lisan. Sebaliknya, syukur juga dimaknai sebagai amal perbuatan nyata berupa memanfaatkan ekosistem literasi itu untuk meningkatkan kemampuan dan kemahiran menulis.

Nah, ketika ekosistem literasi sudah dibangun semakin baik, lalu masih ada warga RVL yang tidak memanfaatkannya, terlebih lagi tidak pernah muncul di kampus belajar RVL, maka kemungkinannya adalah: yang bersangkutan sudah merasa menjadi pakar menulis sehingga tidak perlu belajar lagi, atau yang bersangkutan tidak memerlukan ekosistem literasi seperti RVL.*

Gresik, 13/2/2023

Baca juga:

Author: admin

MUCH. KHOIRI adalah dosen Kajian Budaya/Sastra dan Creative Writing, penggerak literasi, blogger, editor, penulis 70 buku dari Unesa. #Kitab Kehidupan (Genta Hidayah, 2021). #Menjerat Teror(isme) (Uwais Inspirasi Indonesia, 2022)

17 thoughts on “Komunitas RVL sebagai Ekosistem Literasi”

  1. Daswatia Astuty says:

    Terima kasih. Saya termasuk yang memanfaatkan ekosistem literasi RVL guna meningkatkan kemampuan dan kemahiran dalam menulis. Terima kasih 🙏🏻🙏🏻🙏🏻

    1. admin says:

      Terima kasih banyak

  2. Muhammad Helmi says:

    Mantap abah

    1. admin says:

      Terima kasih, P Helmi

  3. Pak Guru Untung says:

    Betul, hiu sekalipun masih butuh lautan.

    1. admin says:

      Betul sekali, pak untung

  4. Hariyanto says:

    Alhamdulillah saya bisa masuk di lingkungan/ ekosistem yang senada yaitu literasi yan sehat. Setidaknya ada banyak kondisi dan model yang memungkinan seorang penulis tergerak untuk merawat hoby atau profesi menulisnya. Terimakasih Prof. Emcho sudah membuat kolam literasi tang bernama RVL. Salam literasi

    1. admin says:

      Alhamdulillah, kita dipertemukan

  5. Wyda Ayu says:

    Sangat bersyukur berada dalam ekosistem literasi RVL semoga bisa istikomah menulis. Terima kasih master.

  6. Narsiti says:

    komunitas RVL adalah “cambuk” untuk saya agar terus membaca dan menis, bravo RVL Bravo pak Khoiri

    1. admin says:

      Mari bersyukur Bu

  7. N. Mimin Rukmini says:

    Subhanallah! Tulisan Prof. yang selalu padat berisi. Ilustrasi mantap! Terimakasih Pak Prof. Bismillah, saya ingin terus belajar menulis.

    1. admin says:

      Baik, terima kasih banyak ngggih

  8. Abdisita says:

    Terima kasih pak Emcho. Barakallahu. Alhamdulillah RVL telah menjadi habitat menulis di usia tua saya & bersama RVL saya tumbuh menjadi penulis yang lebih produktif. Semoga limpahan rahmat-Nya selalu mengalir deras pada pak Emcho dan warga RVL. Aamiin Yaa Robbal’alamin

  9. Mantap Bah. Maaf telat saya bacanya. Hehehe 🙏

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *