Oleh Much. Khoiri
HAMPIR dua pekan (17/11—30/11/2022) saya istirahat karena sakit. Asam lambung kumat parah, ditambah flu berat, akibat kecapekan yang menumpuk. Kombinasi keduanya menyebabkan saya tidak bisa ke mana-mana dan hanya terbaring setengah bersandar di tempat tidur—kecuali kalau pas cek ke dokter atau keperluan ke kamar mandi.

Badan boleh sakit, pikiran perlu tetap sehat. Foto: Dok pribadi
Sementara itu, teman-teman tidak tahu kalau saya senyatanya sedang sakit, sebab saya masih sempatkan mengikuti grup WA kantor meski hanya sekali tempo memberikan respon emoticon. Untuk komunitas literasi Rumah Virus Literasi (RVL), bahkan, saya masih memposting link tulisan weblog (hampir) setiap hari. Untuk grup-grup komunitas literasi saya masih berbagi link tulisan tersebut.
Siapa yang menyangka kalau saya sakit, sebab saya masih tetap menjawab pesan-pesan WA atau grup WA; padahal saya menjawabnya dengan berbaring setengah bersandar di tempat tidur. Teman-teman tidak tahu bahwa saya mengetik artikel-artikel harian itu pada setiap malam ketika saya justru tidak dapat tidur akibat gangguan pikiran-pikiran yang berkelebat atau berkumpar-kumpar. Saya sering berdoa agar bisa berhenti, dan kemudian tidur.
Meski kadang dada sesak, akibat naiknya asam lambung, atau buntunya hidung akibat flu berat yang meradang, pikiran-pikiran selalu berkelebat setiap saat. Tak jarang saya menulis sesuatu dalam pikiran, dan itu bisa berlangsung berjam-jam (bahkan saat memejamkan mata), sebab pada saat bersamaan saya memikirkan beberapa topik tulisan. Termasuk, misalnya, komentar teman-teman terhadap tulisan saya, itu menjadi bahan pemikiran untuk dijadikan tulisan.
Kebiasaan semacam itu sudah lama saya alami selama ini. Selagi saya sakit, sembuhnya biasanya lama, dibandingkan dengan orang lain yang saya kenal. Ternyata, penyebabnya ditunjukkan oleh seorang ‘kakak’ saya. Dia menegur keras atas kebandelan saya untuk berpikir dan berkegiatan sebelum istirahat cukup dan sembuh. Belum sembuh, langsung digunakan untuk berpikir dan berkegiatan; akibatnya: kesembuhan pun tertunda.
Begini ungkapan beliau lewat pesan WA: “Lha dinda bandel sih, diminta istirahat malah ngumpet-ngumpet berkegiatan (menulis). Pikiran dinda itu gak istirahat, jadi sangat mempengaruhi fisik. Belum sembuh, malah untuk kerja lagi, gitu istilahnya. Sekarang, letakkan hape, letakkan laptop, taruh semua urusan, kosongkan pikiran dan tidur. InsyaaAllah segera membaik.”
Terhenyaklah saya. Kebiasaan yang sudah saya praktikkan bertahun-tahun dihantam oleh warning seorang kakak. Padahal selama ini saya selalu gagal (baca: membiarkan) pikiran-pikiran yang liar menggoda saya ketika saya sakit. Yang terbanyak, tentu pikiran-pikiran tentang menulis apa dan bagaimana. Sisanya, pikiran-pikiran tentang kehidupan serta masalah kematian. Semuanya berkumpar-kumpar di dalam otak saya, kadang ada penyelesaian, kadang juga tidak ada sama sekali.
Ini bukan pikiran yang menggelisahkan, melainkan pikiran yang terkait renungan untuk bahan tulisan. Kalau pikiran yang menggelisahkan, sudah ada resepnya, yakni: “Alaa bidzikrillah tadmainnul quluub”, dengan berdzikir kepada Allah maka hati menjadi tenang. Tetapi bukan itu persoalannya. Sekali lagi, pikiran-pikiran yang menggoda saya adalah pikiran-pikiran tentang menulis dan renungan tentang hakikat hidup, manusia, dan sebagainya.
Kabarnya, Guru saya telah lebih dulu mengalaminya. Tatkala beliau sedang dirawat di rumah sakit akibat Covid 19, kabarnya, beliau juga mengalami aktifnya proses berpikir. Keluarga ada yang bilang, “Bapak sebenarnya sakit lama karena pikirannya tidak mau istirahat. Belum istirahat malah untuk kerja otak lagi.” Artinya, ketika saatnya beliau istirahat, beliau masih tetap bekerja—terutama kerja otak dengan kegiatan-kegiatan berpikir. Siapa pun yang dekat dengannya, pasti disapa atau diajak bicara meski sebentar.
Tentu saja, saya tidak mengalami persis apa yang dialami beliau. Sebab itu, ketika peringatan kakak “menggelegar” datang ke saya, maka tiada waktu lagi untuk bersembunyi. Saya sadar bahwa saya telah salah dan tidak adil dalam memperlakukan fisik (diri sendiri). Maka, saya praktikkan ini: “Sekarang, letakkan hape, letakkan laptop, taruh semua urusan, kosongkan pikiran dan tidur.” Alhamdulillah, setelah istirahat total selama 3 hari, akhirnya saya sembuh dan kembali ke kehidupan nyata.
Hikmahnya, mulai saat ini, saya musti mulai bersikap tegas untuk diri sendiri. Kalau kebetulan mendapat anugerah sakit, saya harus memaksa diri untuk istirahat total, bukan hanya istirahat fisik, melainkan juga istirahat pikiran. Tidak boleh hanya istirahat satu saja, titik! Mudah-mudahan hal ini benar-benar mendidik saya dengan sempurna.*
Gresik, 24 Desember 2022
Masya Allah, walaupun sakit masih terus menulis luar biasa pak.
Dulu ketika saya ikut tantangan menulis 365 hari ( 1 tahun) tanpa jeda , saya mengalami vertigo, pusing kepala, Alhamdulillah setelah lulus 365, pikiran jadi plong.
* Sekarang masih tetap menulis namun 2 -3 sehari.
Semoga sehat selalu Pak.
Semoga terus istikomah, Pak
Untuk istirahat, jangan menunggu sakit, Pak. Istirahat untuk memperpanjang kesehatan.
Saran yang bagus sekali, Bu Mien
November 2020 saya mengalami bahkan sampai dirawat di RS 4 hari karena asam lambung plus tipus
Alam bawah sadar saya berpikir keras dan tidak bisa menerima kenyataan.. Sampai akhirnya saya harus bisa move on dan berserah diri kepada-Nya
Senoga ke depan semakin sehat selalu, bu hjjah
Subhanallah tulisan yang mampu meresapkan pengalaman penulis ke imajinasi pembaca. Apa yang alami penulis mampu membawa situasi yNg dialami prnulis. Semakin membaca, pembaca bergumam kagum. Dalam benak pembaca yang mengucur tidak lain adalah kata luar biasa, dalam sakit masih bisa menulis sehingga koleganya tidak tahu dan tidak dapat mengendusnya kalau penulis sejatinua sakit.
Apa yang dialami penulis menelurkan premis baru. Karena berpikir dapat memperpanjang sakit ataukah karena beban tanggung jawab yang besar yang menjadi penyebab sakit. Hal ini sebenarnya menarik untuk didiskusikan.
Sesuatu selalu menjadi indah jika di tangan penulis. Sekalipun penulis sakit, tetapi tulisannya tetap bergizi dan selalu memantik inspirasi.
Semoga Mas Bro tetap sehat wal afiyat seperti sedia kala. Kemampuan menulis menjadi terapi bukan menjadi beban sehingga terhindar dari pengaruh fisik dan mental. Tetap sehat, gembira, dan bahagia.
Matur nuwun komentar yang bagus dan layak dibahas sambil ngopi
Benar Bah pesan kakaknya. Tolong Abah istirahat 3-4 hari untuk kosongkan pikiran yg terus berkekebat dan digunakan utk tidur ( istirahat otak) dan makan minum obat.
Bismillah smg sgr bugar dan sehat kembali spt hari-hari bisa. Mesin mobipun perlu istirahat apalagi manusia.
Leres sanget, sepakat
Alhamdulillah sdh sehat kembali. Jika ingin istirahat total sebaiknya mengistirahatkan fisik dan mengosongkan pikiran. Itu cara optimal utk memperbaiki metabolisme badan shg recovery bisa lebih cepat . 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Worth to be noted. thanks
Masya Allah dalam keadaan sakit Masih bisa merangkai kalimat. Semoga selalu sehat sehingga selalu bisa mengispirasi banyak orang.
Aamii YRA, matur nuwun
Get well soon Mr.
Makasih ya
Matur nuwon refleksinya… Luar biasa memang benar hidup harus seimbang. Saat sakit kita berikan hak jiwa raga agar rehat dan segera lekas sehat. Barakallah ilmunya Pak Khoiri semoga Allah selalu maringi kesehatan dan keberkahan usia. Aamiin yra
Aamiin. saling mendoakan, Bu.
Inspirasi yang bagus Pak Khoiri, Setiap orang pernah sakit. Tetapi mengabaikan sakitnya, sampai betul- betul parah alias tidak sembuh-sembuh. Ketika itu timbul tekad dan kesadaran saya harus sembuh. Karena sayang keluarga, apalagi kalau anaknya masih kecil-kecil. Tekad untuk sembuh itu kuat sekali. Semoga Penjenengan sehat selalu.Seandainya sedang sakit, semoga lekas sembuh.
Aamiin, saling mendoakan nggih
Maa Syaa Allah
Semoga membaik Master.
Biasanya ketika sakit malah banyak ide bermunculan, banyak kreativitas berseliweran.
Saya pernah ketika dirawat di RS, karena mobilitas via HP masih tinggi, eh diambil paksa adik saya. Hehehehehe.
Katanya, biar bisa istirahat full tanpa diganggu.
Entahlah, saya harus berterima kasih pada adik atau mesti marah. Yang jelas walaupun tidak pegang HP, pikiran terus berjalan dengan segudang agenda dan rencana. Tapi sambil rebahan dan mata dipejamkan.
Nah, begitulah, kita menjalaninya dengan senang hati
Sakit adalah teguran Kasih Sayang-Nya. Sinyal bahwa di hati kita ada noda dan harus dibersihkan dengan banyak istighfar. Semoga pak Emcho diberi kesabaran yang indah dan diberi-Nya kesembuhan. Aamiin Yaa Robbal’alamin.
Tak mengapa jatuh sakit. Semoga dengan begitu dosa-dosa digugurkan-Nya. Aamiin Yaa Robbal’alamin
Insyaallah, makasih bu Sita
Subhanallah…
Sakit fisik karena kelelahan psikis…
Semoga tetap terjaga kesehatannya…
Tetap semangat Pak Emcho…
Barakallah…
Makasih, jeng ayu
Ada saatnya mengistirahatkan raga dan pikiran. teorinya mudah. praktiknya yang berat. semoga cepat sembuh Master.
Leres, Mas Prof, matur nuwun