Oleh Much. Khoiri
MENULIS itu seperti naik sepeda, yang tingkat kemahirannya menjadi sempurna setelah menjalani serangkaian latihan. Kecepatan mengayuh sepeda berbanding lurus dengan kemahiran. Maka, jangan ngebut sebelum mahir.
Mengapa sebelum mahir tidak disarankan untuk menyetir sepeda dengan ngebut (pada kecepatan tinggi)? Tentu, hal itu mengingkari proses latihan yang seharusnya dia jalani, di samping akibatnya yang membahayakan—baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Apa itu? Bisa nabrak-nabrak.

Anak belajar naik sepeda. Foto: Portal Purwokerto
Demikian pun menulis. Jika seseorang belum mahir menulis, ada baiknya tidak menulis dengan cepat (speed writing). Sebagaimana naik sepeda, penulis belum mahir yang ngebut akan menabrak ke sana kemari; dengan kata lain, tulisan menjadi tidak sempurna, entah tataran ide, bentuk dan alur nalar, serta penggunaan bahasa. Editor profesional yang menemukan tulisan semacam itu mungkin bilang: “Aduh, tulisan gini bisa bikin saya menelan ‘Obat Pusing’ segenggam.”
Siapa pun penulis, sebagaimana pengendara sepeda, harus memulai diri dengan latihan yang banyak: Dia harus belajar menemukan ide hingga memilih ide paling unik untuk ditulis. Dia juga wajib belajar menata ide ke dalam struktur bangunan tulisan secara runtut, sistematis, dan logis. Bagaimana hubungan kata dalam kalimat, kalimat dalam paragraf, dan hubungan antar paragraf, mencerminkan tertata tidaknya nalar penulisnya.
Selain itu, dia harus belajar menggunakan bahasa. Bahasa itu mewakili pikiran. Sebab itu, memperkaya kosakata mempermudah menuangkan pikiran. Selagi penulis mencintai kata (termasuk menambah kosakata), dia akan lebih mudah menemukan kata untuk menyampaikan pikiran. Misalnya, penulis ‘miskin’ kosakata hanya akan menulis “Messi mengegolkan bola”, namun penulis ‘kaya’ kosakata akan menulis “Messi mengegolkan/menyarangkan bola” atau “Messi menjebol gawang lawan” atau “Messi membabat lawan 1-0.”
Untuk menjadi mahir dalam mengayuh sepeda, orang perlu waktu secukupnya, bergantung ketekunan dalam berlatih—mungkin sepekan, sebulan atau tiga bulan. Selama itu, dia pasti mengalami kesulitan, entah gagal memancal, keliru mengerem, atau terpeleset masuk selokan. Itu wajar, namanya juga latihan. Namun, dari waktu ke waktu, kesulitan atau kesalahan akan teratasi, dan kemudian akan “naik kelas” secara alamiah. Hadirlah kemahiran itu. Pada titik ini, dia boleh ngebut, atau setengah lepas setir di sepanjang perjalanan.
Mahir menulis juga demikian. Untuk menjadi mahir, orang tidak bisa nggege mangsa (terburu untuk tiba waktunya); melainkan harus melalui proses—waktunya bergantung pada intensitas latihan. Orang yang berlatih menulis—mengolah ide, menata ide, dan menggunakan bahasa—setiap hari, tentu, berbeda dengan yang berlatih sepekan sekali. Latihan di sini, tentu, yang diarahkan untuk menaikkan kualitas tulisan, dari yang kurang ke yang baik ke yang terbaik. Nah, kalau sudah mahir, tidak ada salahnya untuk menulis cepat (speed writing).
Nah, sekarang, marilah introspeksi diri masing-masing: Apakah kita sudah mahir dalam genre tulisan (nonfiksi) yang kita tekuni? Jika belum, bagaimana kita mendidik diri agar meningkatkan kemampuan dan akhirnya mencapai tingkat mahir? Jika sudah, bagaimana kita tetap mempertahankan kualitas meski tulisan kita lahirkan dalam kecepatan tinggi? Marilah jawab pertanyaan ini dengan menulis artikel tentang menulis (belum) cepat.*
Gresik, 6/12/2022
Baca juga:
Terima kasih Prof atas nasehatnya, semoga kita semakin mahir menulis.
Semoga kita makin mahir.
Tulisan yg mengingat kan pentingnya berlatih dan menikmati proses dlm menulis. Hehehe tdk ada yg instant dlm menulis, mengembang ide, melatih nalar, struktur dan bhs yg digunakan memerlukan proses. Semoga saya istiqomah dlm menjalani proses menulis 🤲🤲🤲
Menulis harus berproses
Terima kasih ilmunya, pak Emcho. Semoga kita semakin mahir menulis tulisa yang berbobot. Aamiin Yaa Robbal’alamin
Tulisan berbobot hadir dari penulis yg suka latihan
Terima kasih Abah Khoiri yg selalu memotivasi dan memberi rambu-rambu menjadi penulis, tetap berlatih bagai belajar naik sepeda
Tugas sy memang memberikan motivasi, sebab saya ajak2 utk maju dkm menulis
Suka Messi juga ngge?
Setuju sekali… Tapi di grup, gak papa kan nabrak2 dulu ngge? Yah istilahnya sekedar kaca spion nenggor dikit gapura kampung.
Hehehe
Kesulitan dan kesalahan selama berlstih itu wajar
Artikel ini menggugah semangat untuk istiqomah menulis. Mulai fase pre begginer hingga mencapai fase advance. Maturnuwun sdh diingatkan.
I’m ngat maqam menulis
Benar Pak Emco. Tapi ada juga yang ngongso atau ngebut agar banyak point dengan tidak memperhatikan struktur kalimat atau ejaan.
Yang seperti itu jangan ditiru. Dia akan menyesal sendiri di kemudian hari.
Hehehehehe …seperti saya yang sampai saat ini masih terus belajar untuk menulis meski gratul-gratul menata kata, kalimat, ya hubungan isi antar paragraf. Sampek puyeng dan kemriyek penghuni kepala ini,
Mohon maaf ya Master, sebab masih pemula.
Terima kasih selalu berbagi ilmunya🙏
Berlatih menyusun kalimat dan paragraf penting dilakukan
Siap berlatih terus berlatih
Latihan membuat segalansesuatunya sempurna
menulis seperti mengayuh sepeda….ada satu kt kunci..pelan-pelan saja…makasih ilmunya prof..Barakallah
Kalau sudah mahir, bokeh agak ngebut, agarbcepat sampai
Terima kasih ilmunya master. Semoga saya bisa istiomah menulis . Maaf baru buka Karena seharian paketan habis..he..he..
Mari amalkan untuk menulis dg latihan yg banyak
Terimakasih Mr. Emcho, karena telah diingatkan penting nya berlatih dalam menulis
Latihan tidak mengenal bosan dan lelah. Itulah modal penting bagi penulis