Mari Renungkan Ini: Penulis Pun Ada Naik Kelasnya

Oleh Much. Khoiri

PENULIS pun ada naik kelasnya. Ungkapan itu wajib kita tanamkan di dalam pikiran dan hati kita masing-masing. Kemudian, kita perlu praktikkan untuk menghasilkan tulisan kita sehari-hari. Mengapa demikian?

Menulis itu keterampilan atau kemahiran, sesuatu yang akan meningkat jika dipraktikkan atau dilatihkan dalam rentang waktu tertentu. Jika tidak dilatihkan terus-menerus, ia tidak akan mungkin untuk meningkat. Bukankah sebagai penulis kita ingin meningkatkan kemahiran menulis kita? Bukankah kita tidak ingin kenyataan bahwa kita tidak pernah ke mana-mana meski kita sudah menulis selama bertahun-tahun.

Ada naik kelas dalam studi, demikian pula dalam menulis. Foto: Radar Madura

Bayangkan, ketika kita menjalani sekolah di sekolah dasar, kita mengalami naik kelas dari kelas satu hingga kelas enam. Dalam setiap tahun materi pelajaran semakin meningkat, demikian pun materi ujiannya. Ketika kita lulus, pastilah kemampuan kita saat lulus pastilah tidak sama dengan kemampuan kita saat kelas satu. Demikian pun ketika kita bersekolah di SMP, SMA, perguruan tinggi. Pada setiap jenjang, kita harus naik kelas.

Dalam menulis, kita wajib naik kelas. Dari sisi genre tulisan, awal-awal kita hanya menguasai genre reportase, misalnya, maka pada suatu waktu kita juga harus menguasai genre-genre lain semisal catatan perjalanan, catatan harian, puisi, cerpen, pentigraf, feature, dan sebagainya. Dengan begitu, ke depan kita akan siap menulis tulisan untuk mengisi blog atau website, atau untuk menyusun buku kita sendiri. Ini naik kelas secara horizontal.

Secara vertikal, kita juga harus naik kelas dalam kualitas karya. Kalau kita menulis karya fiksi, semisal cerpen, kualitas penggarapan unsur-unsur intrinsik cerpen (tema, tokoh, alur, latar, dan sebagainya) harus meningkat. Kalau kita menulis puisi, kualitas penggarapan unsur-unsur intrinsik puisi (tema, imagery, simbol, majas, dan sebagainya) juga tidak boleh stagnan. Demikian pula kalau kita menulis novel dan drama, kualitasnya harus meningkat dari waktu ke waktu. Bukan hanya unsur instrinsik saja, melainkan juga unsur ekstrinsik.

Untuk karya nonfiksi, setali tiga uang alias sama saja. Kualitas tulisan kita tidak boleh pancet alias stagnan mulai dulu hingga sekarang. Harus ada peningkatan dalam tulisan-tulisan nonfiksi kita semisal catatan perjalanan, catatan harian, opini, dan sebagainya. Terlebih buku nonfiksi kita, jika dulu buku kita masih agak asal-asalan, sekarang wajib kiranya kita menyusun buku dengan kualitas tinggi: baik bobot ide, penggarapan ide, maupun penggunaan bahasa.

Saya pernah menulis tentang empat maqam penulis: maqam syariah, maqam tarikat, maqam hakikat, dan maqam mas’rifat. Maqam syariah itu maqam penulis yang hanya memenuhi kaidah kepenulisan. Maqam tarikat itu maqam penulis yang mencoba menemukan cirikhas dan ikon style tulisannya sendiri. Lalu, maqam hakikat itu maqam penulis yang sudah mencapai hakikat penulis dan tulisannya menjadi ikon atau brand diri, baik ide maupun bentuknya sangat bagus. Maqam ma’rifat itu penulis yang tak terhijab ruang dan waktu, karya-karyanya istimewa dari segi ide, penataan, dan bahasanya. (Untuk lebih jelasnya, Anda bisa membacanya di buku saya SOS Sapa Ora Sibuk: Menulis dalam Kesibukan, 2016/2022).

Tentu saja, kita tidak tahu kapan kita akan mampu mencapai maqam tinggi dalam karya tulisan, namun kita wajib berupaya untuk senantiasa berlatih dan menggembleng diri untuk meningkatkannya. Kita bayangkan para penulis nasional kita, juga para penulis dunia peraih Hadiah Nobel, mereka mencapai maqam hakikat atau ma’rifat setelah melalui jalan terjal bertahun-tahun. Kita ikuti jalan mereka, dan kita suatu saat akan tiba di sana.*

Gresik, 8 Desember 2022.

Baca juga:

Author: admin

MUCH. KHOIRI adalah dosen Kajian Budaya/Sastra dan Creative Writing, penggerak literasi, blogger, editor, penulis 70 buku dari Unesa. #Kitab Kehidupan (Genta Hidayah, 2021). #Menjerat Teror(isme) (Uwais Inspirasi Indonesia, 2022)

34 thoughts on “Mari Renungkan Ini: Penulis Pun Ada Naik Kelasnya”

  1. Daswatia Astuty says:

    Terima kasih🙏🏻🙏🏻🙏🏻Tulisan ini jadi pembuka hari di pagi ini.
    Semoga menginspirasi utk naik kelas dengan mengayuh sepefa terus.👍👍👍

    1. admin says:

      Insyaallah kita akan ‘naik sepeda’ dengan riang hati.

  2. Pak Emcho tak pernah kehabisan ide menulis. Termasuk memotivasi mereka yg mengalami kebuntuan ide. Makasih Pak. Ciamik!

    1. admin says:

      Terima kasih atas apresiasinya, Bu hajjah Rita.

  3. Mukminin says:

    Matur nuwun Abah Khoiri sy dapat sarapan pagi gizi literasi . Bagi penulis ada tingkatan MAQAM. Semoga saya, kita bisa melalui maqam-maqam itu dg byk baca dan terus menulis. Super sekali

    1. admin says:

      Sami-sami, Abah Inin. Mari terus berproses, agar kita mencapai kualitas karya yang tinggi.

  4. Wyda Ayu says:

    Alhamdulillah…sarapan yang bergizi. Semoga saya bisa Naik kelas. Terima kasih ilmunya Bapak

    1. admin says:

      Aamiin YRA. Terima kasih Bu Ayu

  5. Kuncinya banyak berlatih dan membaca tulisan orang lain.

    1. admin says:

      Serta mengamalkannya untuk tulisan sendiri

  6. Budiyanti says:

    Terima kasih ilmunya Pak Emco. Benar kita harus naik kelas agar bisa lebih paham dengan berbagai genre.

    1. admin says:

      Leres sanget, Bu Yanti

  7. Supardi Harun says:

    Wah. Saya ingin juga naik kelas pak . Ulasan yang inspiratif.

    1. admin says:

      Mari bersama2 naik kelas, Pak

  8. Hariyanto says:

    Terimakasih Pak Emcho pencerahannya di pagi ini. Kita dikenalkan sebuah tangga yang harus dipanjat dari hari ke hari. Betapapun berat, berapa pun telah dipanjat itulah pencapaian diri. SEMOGA bida istiqamah dan berprestari diri. Aamiin. Salam Literasi. Salam

    1. admin says:

      Semoga istikomah. Aamiin

  9. Yudi says:

    Maqam syariah saja, harumnya saja sdh tercium dari jauh.

    1. admin says:

      Hehehe…ketawa dengan komentar P Yudi

  10. Daeng ardi says:

    Terima kasih prof. meski kondisi lagi tidak fit, saya tetap luangkan waktu untuk membaca, terutama tulisan suhu saya.

    1. admin says:

      Terima kasih, Daeng Ardi. Semoga sehat selalu

  11. Astuti says:

    Saya sampai di kelas mana ya?
    Intinya masih terus belajar

    Matur nuwun untuk motivasinya

    1. admin says:

      Terus bergerak

  12. Dhofar says:

    Jalan-jalan ke Malang untuk liburan
    Pulang beli apel untuk buah tangan
    Sungguh bahagia bisa baca wejangan
    Dari Sang Master yang dermawan

    1. admin says:

      I love the pantun. makasih, Pak Usdhof

  13. Sri Rejeki says:

    Terima kasih Pak Emcho, terus belajar dan terus belajar dg guru-guru hebat RVL, biar bisa naik kelas…

    1. admin says:

      Mari belajar bersama, saling menguatkan

  14. Ari Susanah says:

    Terimakasih Pak, memang sepenuhnya saya menyadari bahwa jika kita melakukan sesuatu harus lebih baik dr hari ke hari, misalnya menulis pun kualitas dan ide yang ditulis tidak stagnan. Ide selalu ada, banyak sekali yang ingin ditumpahkan dalam bentuk tulisan, tapi ketika mengawali tulisan tiba-tiba bisa hilang, malas, dan mandeg.

    1. admin says:

      Perlu mengelola ide yang banyak. Lebih telaten mencatat dan membuat rancangan tulisan

  15. Abdisita says:

    Terima kasih pak Emcho. Selalu menginspirasi dan memotivasi untuk membuat tulisan berkelas. Semoga limpahan rahmat-Nya selalu mengalir deras pada pak Emcho. Aamiin Yaa Robbal’alamin

  16. Nuraini says:

    Alhamdulilillah, saya pernah baca buku ayahanda Much.Khoiri, maqam penulis. Saya singkat STMH, Syariah, Tarekat, Ma’rifat dan Hakekat
    Jika dilihat dari maqam tersebut, mungkin saya masih berada dibawah maqam syariah.

    Alhamdulillah berada dalam grup ini merasa dapat pembelajaran banyak.
    Terima kasih sahabat literasi semuanya …

    1. admin says:

      Semoga terus belajar untuk yang lebih baik, bu hajjah

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *