Oleh Much. Khoiri
BERLOMBA dengan orang lain sejatinya mudah karena pesaingnya tampak jelas di depan mata. Yang sulit itu berlomba dengan diri sendiri, bukan orang lain. Mengapa demikian?
Jika pesaingnya tampak di depan mata, mudah untuk membandingkan diri sendiri dengan sang pesaing: Kurang-lebihnya apa dan bagaimana. Ada ukuran atau kriteria untuk alat merenung dan menilai kekuatan dan prestasi diri. Niatnya, harus bisa menang dan lebih unggul dari pada pesaingnya. Pokoknya harus lebih superjoss.
Jika pesaing tak tampak, alias tersembunyi, inilah “musuh” berat yang melenakan. Orang tak sadar akan hadirnya musuh laten ini. Diam-diam musuh itu merontokkan jemuran, eh, pertahanan. Jika toh tersadari, serangan halusnya hampir tak dianggap ada. Jika itu keburukan, tidak berdaya untuk menghalaunya.
Praktisnya, mari kita bawa ke dunia penulis. Bagi penulis yang sunguh-sungguh, kalau dia bertekad menulis satu pekan dua artikel (Sapedakel), ini tidak sulit sama sekali. Mudah, sipil, enteng. Hanya perlu adaptasi beberapa pekan, dan akan terbiasa setelah itu. Terlebih, jika dia lebih mendisiplinkan diri untuk menulis pada waktu tertentu—semisal sebelum atau setelah subuh—, pembiasaan akan lebih mudah. Ini hakikatnya sama prosesnya dengan menunaikan kewajiban lain.
Untuk bersaing dengan sesama penulis lain di luar sana, juga tidak sulit. Pesaing kelihatan di depan mata. Jika sama-sama mampu memenuhi program menulis Sapedakel, penulis yang ingin lebih unggul bisa menambah upaya (effort) lebih—menambah bacaan, memperkaya amatan, dan menggali informasi tambahan guna memperkaya tulisan. Satu langkah di depan akan mengalahkan pesaingnya.
Yang sulit adalah menaklukkan diri sendiri. Melibas ego sendiri, menaklukkan ketakutan diri sendiri. Ketakutan diri untuk mengungkapkan gagasan, pikiran, dan pengalaman menjadi benteng kuat untuk tidak menulis. Kekhawatiran tulisan akan di-bully, dihina, ditertawakan orang lain juga menghambat kuat penulis. Maka, hanya ada dua kata: Lawan dan taklukkan! Jinakkan diri sendiri untuk mau beribadah menulis.
Selain itu, menghindari pantangan. Pantangan itu, misalnya, jangan berhenti mengetik ketika membuat draf (drafting). Jangan membaca ulang kalimat yang baru saja ditulis. Jangan merevisi sambil menulis. Jangan turuti godaan yang tidak penting, termasuk mengobrol dengan teman tentang hal-hal yang sampah. Itu sekadar contoh sederetan “pantangan” bagi kadang sangat berat. Dan banyak (calon) penulis punya kecenderungan untuk melanggarnya. Padahal, penulis yang baik justru harus menghindarinya.
Ini sama dengan orang menghindari godaan-godaan nafsu yang menjurus ke dosa. Kalau dia sudah belasan atau puluhan tahun menonton televisi atau menikmati zona nyaman, lalu ikut program menulis Sapedakel, maka inilah godaan hebatnya: Berlomba antara wajib menulis atau melanggar pantangan. Terjadi pertarungan. Mana yang lebih kuat, itulah juaranya.
Lalu, andaikata diri sendiri kuat menghadapi tantangan, bagaimana “faktor keterpaksaan” berkat orang dekat yang menyebabkannya melanggar pantangan? Atau karena keadaan darurat yang mencegahnya untuk bisa menulis artikel (sakit flu misalnya), apakah masih kuat dalam posisi “steril” dari tindakan melanggar pantangan?
Beribadah untuk beramal kebaikan itu mudah, namun menghindari godaan (dosa) tidak sederhana. Demikian pun dalam menjalani program menulis, termasuk Sapedakel. Berniat menulis istikomah itu cukup mudah, tetapi menghindari godaan itu tidak. Perlu perjuangan pantang menyerah. Kadang perjuangan harus dibarengi dengan semboyan yang menyala-nyala: agar tidak ambruk di tengah proses. Jika ini terjadi, segala pengorbanan sebelumnya lenyap senyap tanpa sisa.
Oleh karena itu, sebelum semua hal buruk itu terjadi, sehingga tidak pernah berproses menulis, maka ada baiknya setiap penulis bertekad untuk memenangkan perlombaan yang berperang sengit di dalam diri. Berlomba untuk jadi pemenang: Menjadi penulis sukses yang menghasilkan dua artikel dalam sepekan atau lebih!*
Driyorejo, 25/11/2022
Baca juga:
Iya ya…. Ketika kita tidak pernah merasa bersaing dg diri sendiri, kemalasan akan semakin akrab dan menyelimuti diri.
Terima kasih Pak, sentilannya.
Selamat pagi pak, always inspiring..
Tulisannya matang,renyah dan mengalir bak membawa air pegunungan sejuk menjadi inspirasi saya untuk belajar menulis. Terimakasih master Emco
Berlomba dengan diri sendiri untuk menulis, sungguh menampar muka buruk saya untuk berubah memenangkan pertarungan dengan diri sendiri. Karena pantangan terbesar dalam memulai menulis adalah kekhawatiran hasil tulisan tidak sebagus tulisan teman – teman yang lain. Terima kasih Pak Khoiri tulisan ini sungguh luar biasa mengalir, menembus tulang, darah dan sendi.
Twerima kasih atas apresiasinya, Pak Parman
Berlomba menaklukkan diri sendiri bukan hal enteng. Butuh komitmen tinggi. Semoga ajakan semangat menulis dari prof. Choi. Bisa menjadi spirit untuk berkarya.
Terima kasih Pak prof. Terus terang.. melawan diri sendiri sangat berat.. terutama diri saya.. pemula.. namun saya yakin.. masalah ini akan teratasi,meski tertatih tatih, step by step.. mhn istiqamah membimbing saya meraih harapan, menuangkan tinta bermakna di atas kertas. Pada akhirnya akan terpajang di toko toko buku in shaa Allah.
Kami bersama Daeng Ardi dan kawan2. Semoga sukses ya
Komitmen sangat dibutuhkan, baik membaca maupun menulis.
Semngat ..saya jadi mendapat cambuk untuk melakukan yang terbaik
Ayo terus berkarya, Bu
Terima kasih Abah Emcho yang selalu memotivasi dan menginspirasi serta mengompori kami semua anggota grup. Untuk tetap menulis, Menulis, menulis, dan membaca dengan mengalahkan EGO dalam diri ya kadang ragu, malu, kurang PD.
Lenyapkan keraguan, mari menulis.
Terima kasih motivasinya Pak Khoiri. Ya benar juga kita taklukkan. Kadang ini yang saya rasakan. Godaan banyak yang ada di sekitar kita kadang menjadikan target tidak tercapai. Semoga saya bisa taklukkan dan bisa bersaing dengan diri sendiri.
Mari taklukkan diri sendiri. Slam berkarya
Wah.. sangat inspiratif dan memotivasi kita semua pak tulisannya. Mantap Master.
Pak Pardi, makasih ya. Salam sehat, salam literasi
Setuju….memacu diri menghadapi musuh kemalasan dan tantangan lainnya memerlukan semangat luar biasa dibarengi tata niat kebaikan terus menerus. Itu tidak mudah butuh tekad perjuangan tak kenal lelah.
Betul, Pak Har, butuh perjuangan yang mambaja.
Melawan diru sendiri fan takut di buly. Terus 💪💪✍️✍️✍️
Betul sekali, Bu Widut. Suka semangatmu.
Tidak kalah dengan orang hamil. Pantangan harus dihindari kalau mau jadi penulis sejati
http://www.srisugiastutipln.com
Pantangan jangan dilanggar. Terus menulis utk karya terbaik
Kemalasan, ketidak pedean, dan ketakutan hanya menjadi bayang2 semu. Lawan dan taklukan itu dawuh Master Emcho. Terima kasih sarapannya
Lawan kemalasan, B Ayu
Mengingatkan bahwa hidup adalah pertarungan panjang melawan diri sendiri dan memenangkannya.
Tulisan yg menggerakkan 👍👍👍
Sepakat, hidup adalah pertarungan panjang melawan diri sendiri. Dan harus menang.
Benar, Pak. Itulah sebabnya saya ‘memaksa’ diri untuk mengikuti banyak lomba atau sayembara menulis, karena adanya persaingan dan tenggat waktu, jadi mau tidak mau harus menulis. 😅
Kalau tidak dipaksa begitu bisa-bisa cerita di dalam kepala hanya berakhir sebatas ide atau draft saja..
Semangat terus, Mel. I am proud of you.
Luar biasa, Sangat menyentil tepat sasaran Pak. Itulah yang terjadi pada saya. Matur nuwon sanget sudah di ingatkan. Semoga saya menjadi pemenang menghasilkan karya keabadian. Bismillah.. Barokallah ilmunya. Sehat selalu dan terus berkarya Pak Khoiri.
Semoga bermanfaat
Regulatory Flexibility Determination cialis without a prescription Low risk may include people with lymph node negative breast cancer, with smaller or lower grade tumours
If migration of the distal part of the stent from the renal pelvis is observed while negotiating the acute angle with a stiff guidewire, the guidewire needs to be exchanged for a softer guidewire such as a hydrophilic guidewire 75 does daily viagra lower blood pressure Soriano A, Mensa J
buy prednisone 10 mg: http://prednisone1st.store/# prednisone price canada