Oleh: Much. Khoiri
DALAM sebuah diskusi buku, ada pertanyaan peserta yang menarik, yakni apa yang perlu ditulis agar buku yang kita tulis diminati atau dibaca oleh banyak pembaca? Pertanyaan menggelitik itu sudah saya jawab secara lisan, namun agaknya perlu penjelasan yang lebih lengkap.
Semua penulis tentu ingin tulisannya, atau bukunya, dibaca secara luas oleh masyarakat, dari berbagai lapisan—jika mungkin. Masalahnya, tidak semua penulis memiliki nasib baik seperti itu. Terlebih, dalam konteks perbukuan di Indonesia, penulis buku belum terjamin kehidupannya hanya dengan mengandalkan royalti dari buku karyanya. Mungkin itulah yang melatarbelakangi munculnya pertanyaan dari peserta tersebut.
Menjawab pertanyaan itu, mungkin ada penulis yang menjawab, bahwa agar tulisan (buku) dibaca luas oleh masyarakat, penulis harus menulis yang paling disukai dan dikuasai—serta apa yang ingin dia baca dan bagikan. Orientasinya adalah memenuhi keinginan pribadi. Keinginan menulis terpenuhi, kemudian menularkannya kepada masyarakat lewat pemasaran buku.
Sepintas, jawaban itu tidak ada salahnya sama sekali. Benar bahwa penulis menulis ya karena ingin mengekspresikan gagasan, pengalaman, dan imajinasinya. Kemudian, dia juga ingin membagikan (dengan memasarkan) isi buku tersebut kepada orang lain alias masyarakat luas. Itulah yang dipegang oleh kebanyakan penulis.
Namun, saat ini penulis tidak bisa hanya bertindak sebagai penulis yang pasif dalam pemasaran bukunya. Saat ini penulis perlu menjadi jiwa writerpreneur, penulis yang wirausahawan dalam bidang tulis-menulis—yakni penulis yang mampu mengelola hasil tulisannya seakan sebagai “komoditas” dengan manajemen pemasaran yang terukur. Bahkan, writerpreneur menjadi kreatif dalam berkarya dan sekaligus mampu memasarkannya.
Karena tulisan perlu dianggap sebagai komoditas, maka writerpreneur perlu karya yang dibutuhkan oleh masyarakat pembaca. Prinsip supply and demand berlaku di sini. Dengan kata lain, penulis harus menulis apa yang ingin dibaca oleh masyarakat, bukan semata yang ingin dia baca sendiri dan bagikan. Dengan pelibatan tuntutan pembaca ini, tujuan menulis writerpreneur “satu langkah di depan” dibandingkan dengan penulis konvensional.
Penulis harus menulis apa yang ingin dibaca oleh masyarakat, bukan semata yang ingin dia baca sendiri dan bagikan. Dengan pelibatan tuntutan pembaca ini, tujuan menulis writerpreneur “satu langkah di depan” dibandingkan dengan penulis konvensional.
Pertanyaannya, bagaimana menulis apa yang ingin dibaca oleh masyarakat? Salah satu cara penting adalah membaca pikiran pembaca, dengan melihat kecenderungan kondisi dan gejala sosial-ekonomi-politik dalam negeri dan global yang sedang berjalan. Inilah sumber dari munculnya pencipta trend (trend-setter) dalam penulisan buku.
Misalnya, dalam kondisi sosial-ekonomi-politik yang gaduh, hidup masyarakat tidaklah baik-baik saja. Ada kelelahan, kejenuhan, dan depresi di tengah padatnya kesibukan. Mereka membutuhkan pencerahan, healing, motivasi, dan hikmah untuk membuat dirinya tenang, damai, dan kuat dalam menjalani hidup yang serba tidak pasti. Andaikata ditawari buku, maka buku itu harus buku yang mampu menghilangkan beban-beban hidup mereka.
Dalam kondisi tersebut, buku yang tepat untuk ditulis adalah buku motivasi, buku hikmah, buku pencerah batin, dan sebagainya. Buku-buku semacam ini merupakan demand pembaca secara luas; dan karena itu perlu dipenuhi dengan supply yang tepat dan memadai. Pemenuhan demand itu memenuhi prinsip pemasaran yang lumrah dan adil.
Bagaimana melihat kecenderungan kondisi dan gejala sosial-ekonomi-politik dalam negeri dan global yang sedang berjalan? Tentu, writerpreneur harus keranjingan membaca, dan memiliki wawasan luas dan dalam, agar mampu membaca trend dan kecenderungan. Wawasan yang luas dan dalam memungkinkan dia mampu menganalisis kebutuhan bacaan masyarakat.
Tentu, writerpreneur harus keranjingan membaca, dan memiliki wawasan luas dan dalam, agar mampu membaca trend dan kecenderungan.
Meski demikian, jika tidak telaten menempuh cara seperti itu, writerpreneur perlu mengejar data pada para pengamat perbukuan, baik yang bekerja independen maupun yang bekerja di penerbit-penerbit mayor. Atau, jika ada sumber lain yang menyediakan data trend dan kecenderungan buku, dia pasti lebih beruntung. Intinya, pahami apa yang sedang ingin dibaca oleh masyarakat.[]
Driyorejo, 1/10/2022
*Much. Khoiri adalah dosen Unesa, penggerak literasi, blogger, editor dan penulis buku profesional yang telah menerbitkan puluhan buku. Tulisan ini pendapat pribadi.
Ternyata sy cuma Writer bukan “writerpreneur”
🙏🏻🙏🏻🙏🏻
tinggal menunggu waktu saja. Insyaallah
Mantap Master. Semoga manfaat barokah
Terima kasih, Pak Refan . sehat selalu
Tulisan yang bergizi, terimakasih suhu literasi idola
siap, matur nuwun, bu. saling menguatkan ya
Luar biasa Coach. Sangat menginspirasi. Saya perlu banyak belajar.
Semoga kita bisa bersua di jogja
Sangat menginspirasi , terimakasih pak , salam sehat dan bahagia selalu.
Sama2, salam sehat dan bahagia
Terima kasih Pak…
Semangat dan ilmunya….
sama-sama, bu Min. salam literasi
Terima kasih pak, atas paparan dan tipsnya pak Dosen.
Inggih siap, Pak Pardi. Semoga terus produktif berkarya