Oleh Much. Khoiri
SETIAP orang yang hadir dalam kopdar RVL kemarin pasti punya foto, entah foto pribadi entah foto bareng. Itu keyakinan Dulgemuk, yang saat kopdar ini menjadi driver dadakan Pak Blantik. Mengapa Dulgemuk ainul-yaqin akan hal itu?
Tentu, Dulgemuk menyaksikan semuanya—bahkan dia punya CCTV ajaib yang dipasang tersembunyi di seluruh tempat di Balai (untuk menyebut BBGP D.I Yogyakarta). Semuanya yang mana? Ya, setidaknya peserta kopdar yang berfotoria di berbagai lokasi di Balai. Dan ini rahasianya! Dulgemuk menyitir ungkapan Pak Blantik: “Foto Kopdar pun cocok untuk sumber inspirasi tulisan.”

Contoh foto yang berkisah. Foto bareng di depan monumen Balai (Dari kiri ke kanan: Mukminin, Much Khoiri, Daswatia Astuty, Rita Audriyanti). Foto: Dok Pribadi
Menjelang pelaksanaan kopdar, Dulgemuk telah menyaksikan, dari celah jendela kamarnya, juga dari atas genteng. Setiap peserta yang datang, hendak masuk ke aula dengan dinding luar bergambar Ki Hadjar Dewantara itu, mampir dulu di depan “monumen” BBGP D.I Yogyakarta. Apa lagi yang dilakukan kalau tidak berswafoto (selfie) atau foto bareng. Cekrek cekrek cekrek, dengan aneka gaya. Ada gaya formal, gaya kemenyek, gaya kapal berlayar, gaya sarangeyo, dan sesuka hati mereka. Entah berapa foto yang tersimpan di dalam setiap ponsel peserta.
Apa lagi yang dilakukan kalau tidak berswafoto (selfie) atau foto bareng. Cekrek cekrek cekrek, dengan aneka gaya. Ada gaya formal, gaya kemenyek, gaya kapal berlayar, gaya sarangeyo, dan sesuka hati mereka.
Bahakan dalam amatan Dulgemuk, di depan gedung, mereka ambil foto, di depan stand bazar buku ambil foto, masuk ke aula gedung juga ambil foto. Ketemu teman ambil foto, ketemu kenalan baru ambil foto, ketemu penulis idola juga ambil foto. Pas mengisi daftar-hadir minta difoto, pas ingin punya kenangan dengan penulis buku juga minta difoto, bahkan makan siang saja nasinya difoto sebelum membaca doa makan. Ruar biasaaahhhh, bukan? Juga pas menyimak materi oleh narasumber di panggung, ada yang swafoto, untuk bukti bahwa dia hadir di dalam ruangan.
Belum lagi saat perjalanan pergi-pulang (bukan pulang-pergi)! Mendadak, semua menarik untuk difoto. Apa saja difoto, lalu diberi catatan: “Otewe to Kopdar” atau “Otewe home from Kopdar”. Eh, ada yang mampir ke Pasar Beringharjo atau cukup di ujung Malioboro, maka mereka juga cekrak-cekrek apa saja yang menurut mereka menarik. Bahkan yang tidak menarik pun difoto—siapa tahu pada hari lain menjadi foto yang menarik. Bukankah segala sesuatu memiliki kecantikannya sendiri?
Maka, dengarkanlah kata Dulgemuk. “Maka, Bapak-Ibu sekalian, foto-foto yang Anda miliki terkait kopdar RVL 2022 kemarin layak dijadikan sumber inspirasi menulis. Kata ahli fotografi, satu buah foto menyimpan ratusan kata untuk mengungkapkannya. Itu tentu kata si ahli fotografi. Namun, bagi Dulgemuk, satu kata bisa menyimpan banyak makna yang ingin diucapkan. “Aku rindu”—hanya kalimat sederhana, namun maknanya luas dan dalam.”
… inspirasi itu rumusnya adalah inspiration is prior knowledge and plus a trigger. Inspirasi itu bisa hadir karena punya pengetahuan awal dan ditambah suatu pemicu.
“Kata Pak Blantik, inspirasi itu rumusnya adalah inspiration is prior knowledge and plus a trigger. Inspirasi itu bisa hadir karena punya pengetahuan awal dan ditambah suatu pemicu. Itu dibahas di buku beliau Rahasia Top Menulis (Elex Media Komputindo, 2014). Foto bisa jadi hanya pemicu, namun bisa juga ia prior knowledge. Jika foto sebagai prior knowledge, maka kata-kata teman, guyonan, sentilan narasumber, dan sebagainya, bisa jadi pemicunya. Tiba-tiba, Anda akan tergoda untuk menulis sesuatu. Di situlah titik inspirasi mulai tumbuh.”
“Coba lihat-lihat kembali foto-foto yang ada. Pilihlah mana foto yang paling mengesankan da relevan. Oke, misalnya, terpilih foto Anda yang sedang berfoto dengan narasumber yang juga penulis dari buku yang Anda beli di bazar buku. Itu akan jadi inspirasi, misalnya Anda akan menulis tentang “Bertemu Penulis, Membangun Mimpi Menulis Buku Sendiri” atau “Para Inspiratorku dalam Menulis” atau “Tahun Depan Saya Berfoto Memegang Buku Sendiri”.
“Kalau sudah ketemu, buat poin-poin apa saja yang ingin dipaparkan dari foto dan topik yang ditentukan. Teliti sebelum mengeksekusi ke dalam tulisan. Nah, kalau sudah oke, dalam arti paling oke dalam tahap itu, lakukan membuat draf (drafting). Sewaktu drafting, jangan tolah-toleh, pandang terus alat tulis Anda—entah aplikasi Color Note di ponsel atau laptop Anda! Ketik saja sampai sekuat-kuatnya. Jangan berhenti di dalam proses drafting, apa lagi mengoreksi apa yang baru saja dituangkan. Ibaratnya, jangan kerjakan dua kegiatan sekaligus, yakni menulis dan mengedit. Satu saja dulu, menulis draf. Jalan terus, jangan berhenti sampai selesai ngedraf…”
Jangan berhenti di dalam proses drafting, apa lagi mengoreksi apa yang baru saja dituangkan. Ibaratnya, jangan kerjakan dua kegiatan sekaligus, yakni menulis dan mengedit.
“Kalau sudah selesai, silakan santai sejenak. Minum kopi boleh, minum wedang uwuh silakan, menemui suami atau istri untuk dicium atau dipeluk juga boleh saja—asalkan tidak tidur berduaan saja. Bisa lupa nulisnya! Setelah agak tenang, kembali ke teks draf tadi. Bacalah draf tulisan sendiri, dengan bertindak sebagai pembaca. Temukan kekurangan dan kelebihannya. Lalu, pangkas yang berlebih, dan tambah yang kekurangan. Baik ide tulisan, penataan tulisan, dan penggunaan bahasa. Setelah itu, barulah direvisi untuk bentuk tulisan yang relatif final.”
“Adapun penggunaan foto, Anda boleh menggunakan satu atau lebih, untuk melengkapi tulisan Anda. Jangan lupa foto diberi keterangannya: Misalnya, “SOS Sapa Ora Sibuk: Menulis dalam Kesibukan. Foto: Dok pribadi.” Jangan sampai foto dipasang tanpa keterangan apa pun juga. Itu menyesatkan diri dan pembaca. Kemudian, perlu dicamkan bahwa foto itu untuk melengkapi tulisan, jadi tulisanlah yang lebih banyak, bukan fotonya!”
Dulgemuk, sebagai santri literasi Pak Blantik, telah membuktikannya. Dia sudah menulis tiga tulisan tentang kopdar.
Begitulah pesan Dulgemuk tentang foto untuk sumber inspirasi tulisan kopdar. Mudah-mudahan jamaah kopdar RVL menangkap peluang yang ada. Dulgemuk, sebagai santri literasi Pak Blantik, telah membuktikannya. Dia sudah menulis tiga tulisan tentang kopdar. Sekarang, dia sedang mencuci mobil Innophard (Innova rasa Alphard) putih Pak Blantik. Jika tidak mencuci, nanti malam dia tidak akan dilayani Pak Blantik kalau bertanya tentang rahasia-rahasia menulis.[]
Kabede, 24 Oktober 2022
Jos gandos. Ikuti terus kisah Dulgemuk yang menuai sukses karena sudah mempraktikkan ilmu yang disampaikan oleh Pak Blantik Literasi.
Kriuk dan maknyus pokokmen.
Matur nuwun sampun pinarak, Bu Kanjeng
Ruar biasa apapun jadi tulisan. Sangat menginspirasi Dul Gemuk
Lanjut Dul. Matur nuwun
Mari terus berkarya, Abah Inin
Dul gemuk nanti akan ketemu Mat Kodar di seri berikutnya. Buat konfliknya masih meraba-raba… Hahaha
Nah, itu yang bakal menjadi cerita menarik
Rupanya karena mobil sering dicuci jadi sepanjang perjalanan membantu mengumpulkan ide menulis. Hehe…
Mobil pun perlu sering dimandikan, agar seger dan menginspirasi
Luar biasa Pak Khoiri. Benar foto sebagai sumber referensi tulisan. Semoga saya bisa mengikuti jejak Bapak.
Leres, Bu Budiyanti. Kita perrlu jeli akan objek yang bakal mengundang inspirasi menulis
Masya Allah. Dulgemuk santri hebat. Dulu gantian “nyetir” dengan pak Blantik. Sekarang “nyuci” mobil pak Blantik. Mantap pak Emcho. Terima kasih atas sharing ilmunya.
Leres, Bu Sita. Dulgemuk santri yg jadi teladan
Luar biasa, apa saja jadi tulisan yg indah. Pak Khoiri memang piawai dlm menulis.
Ahhhh Dulgemuk dan Blantik ikut Kopdar juga ruoanya . Terima kasih foto dl cerita ini mahal buat saya yg tdk punya jkesempatan berfoto2 banyak 🙏🏻🙏🏻🙏🏻
Semoag tetap demikian perkembangannya
Keren…gak terfikirkan sebelumnya kalau Selfi bisa jadi inspiratif menulis yang menarik…terasa ringan banget menulisnya giliran mencoba trus macet ditengah jalan …
Terima kasih, Bu. Kita terus mencoba, agar terbiasa
terima kasih dulgemuk yang sudah menyadarkan saya bahwa foto bisa dijadikan bahan tulisan.
Syukur alhamdulillah, Bu Ayu
Waaaaa……memang luar biasa Bapak yang satu ini. Gemuk luar dalam. Sangat menginspirasi. Menulis tidak sesulit yang dibayangkan.
Menulis memang tidak sesulit yang dibayangkan.