Oleh Much. Khoiri
Petang ini saya ingin membalas komentar-komentar di dalam weblog saya. Dalam artikel saya yang berjudul “Kecanduan Menulis Buku” (2021) (https://muchkhoiri.com/2021/04/kecanduan-menulis-buku/.), saya menemukan tanggapan menarik dari seorang ibu: “Setelah vakum puluhan tahun, saya memulai kembali menulis di usia senja. Tidak ada kata terlambat kan, Pak?”
“Setelah vakum puluhan tahun, saya memulai kembali menulis di usia senja. Tidak ada kata terlambat kan, Pak?”
Tanggapan itu mengandung makna yang menarik untuk diulik di sini. Pertama, sang Ibu itu dulu pernah menjadi penulis, kemudian “vakum puluhan tahun”. Dengan frase ini, semula dia sebenarnya seorang penulis, tetapi sudah lama tidak aktif menjalankan fungsinya sebagai penulis. Selama tidak menulis alias vakum itu, dia merasa bukan penulis, sebab dia tidak mampu menjalankan fungsi sebagai penulis. Masalah apa alasannya tidak penting di sini, yang jelas dia jujur mengakui telah vakum selama puluhan tahun.
Kesadaran untuk mengaku “vakum puluhan tahun” itu sudah memiliki nilai kejujuran yang tak main-main. Sementara, di luar sana, banyak orang yang mengaku-aku sebagai penulis, padahal dia tidak memiliki tulisan yang pantas dibaca publik. Banyak orang masih mengaku menulis, meski dia tidak pernah menulis dalam waktu yang sangat lama. Kejujuran semacam itulah yang menyebabkan penulis itu sangat mulia dan pantas dihormati.
Kesadaran untuk mengaku “vakum puluhan tahun” itu sudah memiliki nilai kejujuran yang tak main-main…Banyak orang masih mengaku menulis, meski dia tidak pernah menulis dalam waktu yang sangat lama.
Kedua, dia sekarang kembali giat menulis. Artinya, dia memulai lagi menjalani proses menulis mulai A sampai Z, sebagaimana yang dulu pernah dibiasakan. Dia sekarang harus suka membaca lagi, mengamati hidup setiap hari, melakukan riset secukupnya, merancang tulisan, duduk menulis dalam waktu lama, menyelesaikan tulisan, mengeditnya, dan mempublikasikannya. Proses lengkap menulis ini tidak boleh ditawar sebagian untuk memenuhinya.
Apakah penulis yang telah lama vakum menulis dapat kembali menulis dengan lancar? Saya kira, siapa pun orangnya, kalau sudah lama valum menulis, dia harus berjuang keras lagi untuk kembali ke posisi semula. Menulis itu keterampilan, dan keterampilan itu perlu praktik dan latihan yang istikomah. Jika tidak dilatih dan dipraktikkan, menulis akan sulit dijalankan. Sebab itu, penulis yang kembali menulis itu diharapkan akan meniti kembali jalan yang pernah dilaluinya—meski kendalanya tidak seterjal waktu dulu belum pernah melaluinya.
Menulis itu keterampilan, dan keterampilan itu perlu praktik dan latihan yang istikomah. Jika tidak dilatih dan dipraktikkan, menulis akan sulit dijalankan.
Ketiga, menulis di usia senja. Pengakuan penulis itu sangat jujur. Dulu pernah muda, dan pernah menjadi penulis. Sekarang, dia sudah senja; dan memiliki kesadaran untuk kembali menulis. Baginya, kesenjaan usia bukan halangan untuk bangkit kembali menulis. Dia tertantang fight untuk membangkitkan semangat menulis, menjalani prosesnya, dan mempublikasikannya di media yang tepat. Berhasilkah dia kelak? Wallaahu a’lam. Namun, jika dia memetik spirit perjuangan sewaktu muda dulu, sepertinya impiannya akan terwujud. Bukankah motivasi sangat menentukan keberhasilan menulis seseorang?
Motivasi menulis di usia senja dimiliki oleh penulis-penulis senja tingkat dunia. Sydney Sheldon, Dan Brown, dan J.K Rowling menulis pada usia yang sudah tidak muda lagi—toh mereka tetap menjadi novelis kondang. Juga Marry Shelley menciptakan Frankenstein saat usianya sudah tidak muda lagi. Juga ada Laura Ingalss Wilder, yang menulis buku perdananya yang sangat terkenal Little House on the Prairie pada 1935 (usia 65 tahun). Usia senja juga tidak menghalangi Winston Churcil yang lumpuh untuk menulis.
Keempat, tidak ada kata terlambat. Ungkapan orang itu seakan meminta pembenaran atau rekognisi dari saya. Saya dipaksa untuk mengakui bahwa tidak ada kata terlambat dalam melakukan sesuatu kebaikan. Harus dilakukan saat ini pula. Tidak ada kata terlambat untuk menulis. Kata orang bijak, yang penting bukan berapa kali orang terjatuh, namun berapa kali dia bangkit lagi untuk berjalan dan berlari untuk meraih sesuatu.
Tidak ada kata terlambat untuk menulis. Kata orang bijak, yang penting bukan berapa kali orang terjatuh, namun berapa kali dia bangkit lagi untuk berjalan dan berlari untuk meraih sesuatu.
Sekarang, melihat empat makna yang terkandung di atas, kita layak memahami bahwa penulis tersebut perlu mendapat sambutan yang hangat dan membanggakan. Bahkan, apreasiasi perlu diberikan kepadanya dengan segala hormat. Lebih lanjut, kita justru perlu mendukungnya agar dia mampu mencapai impian-impian apa yang dicanangkan, entah kapan datangnya. Setidaknya, mereka berhak bahagia dan mengabadi bersama buku-bukunya.[]
Kabede, Oktober 2022
BACA JUGA:
Tidak ada kata terlambat untuk menulis. 👍👍👍
Betul sekali. Terhitung dari mulanya
Benar apa yang diutarakan . Mirip dengan apa yang saya alami. Kita pernah muda dan juga menulis. Namun di usia menjelang senja ini timbul tenggelam. Keinginan ada namun daya tak sampai ke menulis secara serius. Semoga bagi yang suka menulis tak timbul tenggelam seperti saya. Tetap semangat dan termotivasi oleh penulis diatas
Terima kasih atas tanggapan B Rifa, bagus sekali. Mdh2an kembali menulis
Berisi sekali. Ulasannya, keren.
Matur nuwun, Mas Agung. Salam sehat dan kreatif
Menarik sekali tulisannya bapak.
Terima kasih, Mas Kacong. Salam literasi
Saya pun berhak bahagia dan terus berusaha mengupgrade diri untuk menulis dan menulis
Leres sanget, B Kanjeng. Salam sehat
ayo semangat menulis Prof dan blog walking ke blog omjay, hehehe
Siap, Om doktor. Insyaallah saling menguatkan
Sangat memotivasi Terima kasih, Pak….
Sama-2, Bu Min
Another limiting factor is the usefulness of the information derived from DL analysis on everyday clinical work is there a generic cialis available
propecia walgreens apalutamide will decrease the level or effect of modafinil by affecting hepatic enzyme CYP2C19 metabolism