Oleh Much. Khoiri
TULISAN ini bertujuan sederhana: memaparkan mengapa temu penulis itu penting. Entah apa namanya—entah kopi darat, kemah menulis, residensi, cangkrukan, atau entah apa lagi—semua ini hakikatnya temu penulis, dan karena itu penting bagi penulis. Alasan-alasan itu saya ajukan berdasarkan pengalaman saya saja, agar Anda tidak menganggapnya omong doang.
Pertama yang saya petik hikmahnya dari temu penulis adalah silaturahmi. Setiap akan digelar kegiatan temu penulis, entah di Dewan Kesenian, Balai Bahasa, di sekolah-sekolah atau komunitas-komunitas di berbagai daerah, saya selalu menata niat untuk bersilaturahmi. Dengan menata niat silaturahmi, insyaallah kendala akan dimudahkan oleh Allah; sebab, silaturahmi itu ibadah sosial yang dianjurkan. Dalam setiap kebaikan, akan ada campur tangan Allah di dalamnya.
Kendala silaturahmi, sama dengan kendala untuk temu penulis, tentu sangat beragam. Namun, sepanjang dikuatkan dengan niat yang mantap, tentu disokong dengan doa yang ihlas, insyaallah solusi akan datang. Begitulah pengalaman saya selama bertahun-tahun ini. Contoh kecil, dari belasan kali kopdar komunitas Sahabat Pena Kita, hampir semua saya hadiri, meski kopdar digelar di daerah yang cukup jauh dari rumah saya: Malang selatan, Tulungagung, Jogja, Bondowoso, Semarang, dan sebagainya.
Bukan berarti saya menganggur, sehingga saya datang ke kopdar-kopdar tersebut, melainkan saya menyempatkan diri dan menganggapnya sangat penting. Ada upaya (effort) dan waktu yang dipersembahkan untuk kegiatan kreatif yang bernuansa silaturahmi. Bahkan soal uang saku selama perjalanan dicukupkan oleh-Nya, dengan cara yang tidak pernah saya duga. Sungguh, ini pengalaman saya selama ini. Selalu ada jalan dan solusi untuk bersilaturahmi.
Memang, ada “seribu alasan untuk datang” atau “seribu alasan tidak datang” di dalam kopdar. Namun, setiap kali kopdar Sahabat Pena Kita, saya selalu memilih “seribu alasan untuk datang”, ya karena saya tahu betapa besarnya manfaat silaturahmi. Termasuk kopdar Sahabat Pena Kita yang belum lama ini dilaksanakan, saya juga menghadirinya, yakni di Ponpes Al-Ishlah Bondowoso. Esoknya malah bisa bersilaturahmi ke Ponpes Darul Istiqomah (Daris) Pekuniran, Bondowoso, yang diasuh oleh seorang kiai yang suka menulis.
Tak peduli apakah saya akan menjadi nara sumber atau peserta kopdar, nilai silaturahmi telah menguatkan saya untuk datang. Bahkan, ada manfaat lain yang telah saya rasakan ketika kopdar dilaksanakan. Temu penulis itu memperkaya wawasan. Ya, memperkaya wawasan, sebab apa yang dibagi oleh para penulis lain ibarat penggerak untuk saling menggesek. Pasti ada sesuatu yang baru, sekecil apa pun, dari sesama penulis. Selagi diterima secara tajam dan bijaksana, ungkapan atau tindakan sesama penulis hanya akan menjadi titik inspirasi.
Ilustrasinya, saya pernah mengikuti International Writing Program (IWP), sebuah residensi penulis yang terpusat di University of Iowa, Amerika Serikat, pada tahun 1993 silam. Meski saat ini program residensi juga dibuka (baca: ditiru) di beberapa negara lain, program residensi Iowa adalah ikonnya. Saat itu ada 32 penulis (novelis, penyair, budayawan, dramawan) yang menjadi teman saya. Ada sekian program kegiatan yang membuat kami saling memperkaya wawasan, bukan hanya dalam hal pengetahuan, melainkan juga dalam pengalaman penciptaan karya.
Ada pengakuan yang menarik dari penyelenggara, mengapa panitia residensi Iowa mengundang para penulis dari seluruh dunia. Sederhananya: “Mengundang satu penulis lebih baik dari pada mengundang lebih 100 orang bukan penulis.” Implikasinya, seorang penulis, jika dihadirkan, pasti akan membaca keadaan untuk mencari sesuatu untuk ditulis, dan kemudian pastilah dia akan mengabadikannya ke dalam tulisan. Setidaknya, penulis itu akan menyimpan hasil amatan dan renungan untuk bahan tulisan di kemudian hari.
Panitia tersebut agaknya tidak sedang melebih-lebihkan penulis, dan tidak mengecilkan 100 tamu bukan penulis. Mereka telah mengamati dan mensurvei dari puluhan tahun menjadi penyelenggara. Nah, apakah klaim mereka itu benar dalam konteks budaya Indonesia, ya marilah kita baca kanan kiri kita. Mari baca keadaan sebagai penulis (reading as a writer), membaca kritis dan jujur, dan itu akan menjadi bahan tulisan di kemudian hari.
Pengalaman yang sama juga saya rasakan ketika saya mengikuti Summer Institute in American Studies di Chinese University of Hong Kong (1996). Dari Indonesia ada 3 (tiga) orang saat itu, saya dan dua teman dari Jakarta. Program yang dihelat oleh American Center itu juga melibatkan 34 akademisi se-Asia yang menduniai menulis. Kami harus belajar, menulis, dan berbagi dengan mempresentasikan aneka gagasan. Benar-benar saling memperkaya wawasan, di samping menguatkan silaturahmi dan membangun jaringan (network) internasional.
Kalau ditanya apakah saya sudah menerbitkan buku pada saat mengikuti International Writing Program (1993) dan Summer Institute in American Studies (1996), saya tegaskan bahwa saya belum menyusun buku saat itu. Tulisan saya sudah beterbaran di berbagai jurnal dan media massa, mungkin cukup untuk sejumlah buku. Namun, saya belum menyusun buku hingga tahun 2011. Saya ikut kegiatan-kegiatan tersebut meski saya tidak memiliki buku sendiri, meski disarankan untuk membawa buku (jika sudah punya). Lalu, apakah manfaat saya mengikuti dua kegiatan tersebut? Belajar, memperluas wawasan, dan menguatkan silaturahmi dan jaringan.
Dengan demikian, memperluas jaringan, sejatinya bukan alasan utama temu penulis, melainkan akibat alamiah. Dengan menghadiri temu penulis, saya selalu menambah teman dari waktu ke waktu, sebagaimana yang saya rasakan ketika saya menghadiri kopdar Sahabat Pena Kita, atau mengikuti International Writing Program atau Summer Institute in American Studies. Pertambahan teman di berbagai belahan bumi ini hakikatnya identik dengan pertambahan anggota keluarga global.
Itu sejalan dengan prinsip hidup saya: “Seribu teman masih lah kurang, satu musuh sudah terlalu banyak.” Bayangkan, seribu teman masih kurang dan satu musuh sudah berlebihan. Andaikata mungkin, menambah teman setiap hari, itu perlu saya hayati dalam hidup ini, terlebih dengan sesama penulis. Dengan begitu, jaringan sesama penulis semakin luas. Apa gunanya keluasan jaringan penulis? Tidak perlu dijawab secara njelentreh, cukup satu kalimat sederhana: Saya dan mereka akan saling membutuhkan!
Sekarang mari catat kabar baik ini: Dalam waktu dekat, 21-23 Oktober 2022, komunitas Rumah Virus Literasi (RVL) akan menggelar kopdar I di Jogja. Sebenarnya, saya sedang konsentrasi penuh dalam urusan akademik dalam bulan-bulan ini. Di luar mengajar, fokus saya tertuju pada urusan akademik itu. Ibaratnya, ada “seribu alasan untuk datang” dan ada “seribu alasan tidak datang” ke acara kopdar. Namun, bismillah, insyaallah saya akan memilih untuk datang bersama keluarga saya. Insyallah barakah.[]
Gresik, 22/9/2022
luar biasa ulasannya Mas. Salam hangat sehat slalu
muantab… Suhu joss
Mantap, matur nuwun
Pengalaman yang inspiratif pa Dosen
Terima kasih, Pak Supardi
Sebuah pandangan yang luar biasa dan inspiratif pak Emcho. Patut menjadi bahan renungan bagi para penulis pemula.
Matur nuwun sanget, Pak Agung
Luar biasa pengalamannya Prof
Makasih, Om doktor Jay
Masya Allah. Insya Allah saya akan menjadwalkan hadir. Semoga dimudahkan. Aamiin
Aamiin. Semoga Allah memudahkannya
Alhamdulilah siraman pengalaman hidup yang sangat bermanfaat. Menghadiri Silaturahim para penulis byk manfaat dan keberkahan dan menambah persaudaraan. Mari kita sukseskan KOPDAR RVL I Jogja 21-23 Oktober 2022. Terima kasih Abah Khoiri
Insyaallah kpdar RVL akan sukses. makasih
Sudah terbayang, bersyukurnya sy bila benar bisa hadir kopdar perdana RVL.
Bertemu penulis2 hebat.
Semoga Allah mudahkan sgl urusan amin…..
Aamiin YRA. Matur nuwun
discount cialis Concomitant medications included Vitamin C 1000 mg once daily for 5 days, and Oral Zinc 20 mg once daily for 5 days in both arms
buy generic fenofibrate for sale tricor uk buy tricor 160mg pill
buy ketotifen 1 mg online pill sinequan purchase imipramine generic