Oleh Much. Khoiri
Saya Much. Khoiri–dosen, editor, dan penulis buku dari Universitas Negeri Surabaya–telah menekuni pembudayaan literasi sejak tahun 2000-an, dan meningkat intensitasnya sejak pencanangan Gerakan Literasi Nasional (GLN). Pengalaman sebagai penulis sejak 1986 membuat saya memberanikan diri untuk mengambil peran sebagai penggerak literasi di Surabaya, Sidoarjo, Mojokerto, dan kota/kabupaten di Jawa Timur. Bahkan, tahun 2021 ini, saya dikenal sebagai ‘Blantik Literasi’ berkat nama kanal youtube saya.
Sebagai Blantik Literasi, saya ingin beriur dalam pembudayaan literasi, pada ranah sekolah, keluarga, dan masyarakat. Maka, saya menyambut baik upaya Gol A Gong sang Duta Baca Indonesia yang menggagas Gerakan Indonesia Menulis. Saya pikir, gagasan Mas Gong–sapaan akrab saya untuk Gol A Gong, pemilik Rumah Dunia yang kesohor itu–adalah terobosan penting dan perlu didukung semua pihak. Bagaimana mendongkrak minat baca bangsa ini jika tidak tersedia buku memadai? Selain Mas Gong itu teladan sebagai penulis prolifik (dengan lebih 125 judul), Gerakan Indonesia Menulis akan menjadi solusi bagi rendahnya penulisan buku.

Kover buku yang memuat artikel ini. Gambar: Dok. Pribadi
Saya berharap, Gerakan Indonesia Menulis ikut mengakselerasi penulisan buku dan penerbitannya–baik buku cetak maupun e-book. Mengapa buku cetak dan e-book? Sebab, kedua jenis buku ini memiliki pembaca loyalnya masing-masing. Untuk generasi milenial, mungkin e-book lebih disukai, karena bisa disimpan dalam ponsel. Untuk generasi sebelumnya, mungkin buku cetak lebih nyaman di mata. Entan buku cetak atau e-book, yang penting, produksi buku bisa digenjot lewat Gerakan Indonesia Menulis.
Suburnya penerbit indie (non-mayor) mempercepat terbitnya buku karya para penulis pemula dan penulis berpengalaman yang memilih penerbit indie. Sementara, dalam tahun-tahun terakhir, banyak bermunculan lembaga dan organisasi profesi seperti MediaGuru, Ikatan Guru Indonesia, Persatuan Guru Republik Indonesia, dan sebagainya telah gencar melakukan pelatihan menulis dan menerbitkan buku. Untuk konteks Indonesia, situasi demikian mengkondusifkan meningkatnya jumlah buku di negeri ini. Saya yakin, meski ada e-book, buku cetak akan bertahan dan bahkan akan berkembang.
Bagaimana tentang buku bajakan? Saya melawan keras pembajakan buku: Salah satu buku saya Rahasia Top Menulis (2014) juga dibajak dua bulan setelah beredar di pasaran. Saya pernah menulis esai tentang hal itu. Namun, penegakan hukum perlu terus diperjuangkan, agar penulis mendapat perlindungan hak cipta. Sebagai penulis, saya yakin, jika hak cipta lebih terjaga, akan makin banyak penulis di negeri ini. Semakin banyak penulis yang peduli pada kasus ini, semakin banyak tenaga yang berjuang lewat upaya masing-masing, termasuk penyadaran masyarakat tentang pentingnya hak cipta.
Perpustakaan tentu sangat penting untuk mendukung Gerakan Indonesia Menulis. Di Jakarta, misalnya, saya dengar Perpusnas RI yang megah dan nyaman menjadi tempat wisata literasi yang bagus. Itu kondusif bagi pembudayaan literasi. Jika hal sama terjadi di kota-kota negeri ini, saya yakin perpustakaan kembali dikunjungi masyarakat, termasuk penulis. Saya bermimpi, perpustakaan umum di daerah saya juga memiliki fasilitas dan program layanan yang hebat seperti di Perpusnas RI.
Meski belum menginjakkan kaki di perpustakaan megah itu, saya pernah mengunduh i-pusnas di masa penademi. Saya dapati banyak fitur yang sangat menarik, dan bisa dijadikan sumur pengetahuan bagi siapa pun yang berminat. Namun, sepertinya laman i-pusnas belum banyak direspons oleh masyarakat pengguna. Sosialisasi i-pusnas ke berbagai pihak, terutama kaum milenial, masih perlu digencarkan lagi, sebagai pelengkap untuk gerakan cinta perpustakaan sekolah dan Taman Bacaan Masyarakat (TBM).
Narasi Proses Kreatif
Saya mulai mendidik diri menulis pada tahun 1986 ketika duduk pada semester dua IKIP Surabaya. Dengan mesin tik, saya menulis 20 artikel per bulan. Di mana saya berada dan punya inspirasi menulis, serta menemukan mesin tik, di situlah saya meminjamnya untuk menulis. Saya bergabung dalam komunitas sastra kampus, dan kerap menghadiri acara DKS Surabaya. Pada semester tiga tulisan saya mulai dimuat di surat kabar lokal Surabaya dan sekitarnya.
Selama 1990-an adalah tahun-tahun produktif saya menulis untuk media cetak. Terlebih, saya mengawali karir jadi dosen; semangat pun membara. Koran-koran Jawa Pos, Surabaya Post, Surya, Karya Darma sering memuat tulisan saya. Saya juga berhasil menembus majalah Horison, barometer sastra nasional. Bonusnya: menembus majalah sastra Melayu Perisa (Kuala Lumpur). Tak lupa, saya aktif dalam berbagai forum diskusi dan ikut mengelola majalah kebudayaan Kalimas bersama sesama penulis dan penyair.
Berkahnya, saya bisa ikut International Writing Program di University of Iowa (AS, 1993), yakni program residensi penulis dari seantero jagad. Saya berteman dengan 33 penulis dunia dan bertemu banyak penulis dan penerbit AS. Lalu, tahun 1996 saya terpilih untuk mengikuti Summer Institute in American Studies di Chinese University of Hong Kong. Lagi, teman bertambah, demikian tulisan. Selain jadi dosen, saya juga menjalani profesi tambahan (avokasi) sebagai penulis. Sejak 1993 saya sudah mengganti mesin tik dengan komputer pribadi (PC) dan laptop.
Saat itu saya yakin, ke depan hidup saya akan benderang. Apa yang saya tanam akan tumbuh jadi bunga dan buah impian. Impian dan doa saya: “Insyaallah, suatu saat saya akan duduk di sebuah forum seminar ternama, menjadi narasumber tentang menulis dan menunjukkan buku-buku karya saya. Bagaimana ya rasanya memiliki buku yang berderet seperti para penulis Indonesia yang terdahulu?”Impian dan doa saya tersebut dikabulkan Allah. Saya memberikan aneka pelatihan menulis, baik di insitusi formal maupun institusi nonformal—termasuk pula berbagi ke komunitas sastra, budaya, dan literasi lain. Sejak tahun 2000-an kegiatan literasi semacam ini sudah menjadi “kegiatan rutin” dan bagian tak terpisahkan dari proses kreatif saya. Jadi, impian untuk duduk sebagai narasumber literasi, sudah mulai dikabulkan oleh-Nya sejak 2000-an itu.
Akan tetapi, saya belum menyusun buku hingga 2011. Sejak 1986/1987 saya menulis artikel, esei, cerita pendek, dan puisi ke berbagai media. Sebagai dosen (muda), saya kerap menulis artikel ilmiah untuk Media Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan, Prasasti, Widyaswara, dan Majalah Wahana. Sementara itu, saya juga menulis artikel populer dan sastra ke media cetak seperti Jawa Pos (Surabaya), Surabaya Post dan Karya Darma (Surabaya, keduanya kini tidak terbit), Mimbar Pembangunan Agama dan Surya (Surabaya), majalah kebudayaan Kalimas (Surabaya), Suara Merdeka (Semarang), Majalah Sastra Horison dan Swadesi (Jakarta), Jurnal Puisi Melayu Perisa (Kuala Lumpur), dan 100 Words (Iowa City, USA).
Untuk menunjang proses kreatif, selain berprogres dengan karya sendiri, saya selalu menyempatkan membaca karya teman-teman penulis, termasuk para penulis senior. Diskusi rutin di Balai Pemuda Surabaya, juga bedah buku, pameran, dan acara-acara budaya sejenisnya juga kerap saya ikuti—bagi saya, semua itu untuk meningkatkan kepekaan diri menjalani proses kreatif. Bersua penulis lain adalah medium untuk saling menggesek dan menggosok, agar motor penggerak kreativitas tetap hidup dan berjalan.
Singkat cerita, saya menerbitkan buku pada 2011, dan saya bertindak sebagai editor (dan penulis) untuk antolologi cerpen bersama para alumni Unesa yang berjudul Ndoro, Saya Ingin Bicara (2011). Kemudian, saat gencar-gencarnya saya dan tim membangun ‘Indonesia Menulis’ (IM), saya mengeditori lagi kumpulan puisi penulis alumni Unesa, yakni Gugat (Kumpulan Puisi) (2012). Tahun 2012 saya juga bergabung di Kompasia.com untuk menjadi blogger—dengan sebutan “kompasianer”; sementara, saya sendiri saat itu mengelola blog pribadi “MyCreativeforum”–dengan semboyan “menulis setiap hari” (write everyday).
Berkat tulisan-tulisan saya di Kompasiana.com, saya dihubungi oleh penerbit Elex Media Komputindo (Kompas group) untuk menyusun artikel-artikel di blog menjadi buku. Maka, lahirlah buku Rahasia Top Menulis (Desember 2014). Buku ini sangat laris, bahkan ia “menginspirasi” pembajak untuk ikut meraup rezeki darinya. Pada awal Januari 2015 RTM dipajang di 142 TB Gramedia, dan pada awal Maret 2015 buku bajakannya saya temukan di Jalan Semarang Surabaya—sebuah pasar buku loak, harganya 50%. Senang bercampur sedih saya rasakan kala itu.
Setelah itu, dengan motto “write or die”, hadirlah buku-buku saya yang lain, misalnya Jejak Budaya Meretas Peradaban (Jalindo-SatuKata, 2014),Rahasia TOP Menulis (Elex Media Komputindo, 2014) yang kini best seller, Pagi Pegawai Petang Pengarang (Genius Media, 2015), Much. Khoiri dalam 38 Wacana (Unesa University Press, 2016), SOS Sapa Ora Sibuk: Menulis dalam Kesibukan (Unesa University Press, 2016), kumpuis Gerbang Kata (Satu-Kata, 2016), Bukan Jejak Budaya (Pagan-Press, 2016), Mata Kata: Dari Literasi Diri (Pagan-Press, 2017), Write or Die: Jangan Mati sebelum Menulis Buku (Pagan-Press, 2017), Virus Emcho: Berbagi Epidemi Inspirasi (Pagan-Press, 2017), Writing Is Selling (2018), Praktik Literasi Guru Penulis Bojonegoro (2020), Virus Emcho: Melintas Batas Ruang Waktu (2020), dan SOS Sapa Ora Sibuk: Menulis dalam Kesibukan (Ed.Revisi, 2020).
Di samping itu, berkat keterlibatan saya dalam berbagai komunitas literasi, semisal Jaringan Literasi Indonesia (Jalindo) dan Sahabat Pena Kita, saya juga menerbitkan tulisan dalam buku antologi, baik sebagai penulis dan editor, sebagai penulis, maupun sebagai editor saja. Sebagai penulis dan editor, saya ada di dalam belasan buku seperti Boom Literasi: Menjawab Tantangan Tragedi Nol Buku (2014). Sebagai penulis, dalam puluhan buku, saya ada di buku Adam Panjalu (kumpulan Cerpen) (2013). Dan sebagai editor, saya ada di dalam puluhan buku seperti Memori Cermin, Sekumpulan Cerpen (2017).
Tahun 2020-2021 ada sejumlah antologi yang saya libati, semisal Mengenang Sang Guru (Azis Tata Pangarsa, 2020), Maestro, Mengikat Makna dalam Kenangan (ed. Ngainun Naim, 2020), dan Inspirasi Literasi (Abd. Halim Fathani, 2020). Pada saat kopdar SPK 2021 kemarin saya ikut panen karya antologi, yang disusun dari setoran wajib per bulan dan pelatihan SPK: Seni Mendidik Anak (2021), Gaya Hidup Sehat di Era Pandemi Covid-19 (2021), Merdeka dari Utang (2021), Sukses dalam Keterbatasan (2021), dan Titik Balik Menuju Cahaya (2021). Sementara, antologi dari pelatihan adalah Dari Kelas Menulis Menuju Mahakarya (2021).
Pada tahun 2021 buku terbaru saya Kitab Kehidupan (Genta Hidayah, 2021) juga sudah terbit, dan telah menyapa masyarakat pembaca secara luas di toko-buku Gramedia dan Togamas serta TB online. Selain itu, satu buku mandiri lagi sedang saya siapkan untuk penerbit mayor lain. Sekarang, saya juga mengawal penerbitan tiga buah antologi baru. Sementara, ada kegiatan literasi lain yang luarannya juga buku antologi. Hingga artikel ini ditulis, jika ditotal, ada sekitar 65 buku yang telah saya susun, baik mandiri maupun antologi.
Membersamai Komunitas Literasi
Di samping menulis, saya juga membersamai komunitas-komunitas literasi yang menaungi banyak penulis dari berbagai penjuru negeri. Sahabat Pena Kita (SPK) adalah komunitas paling kuat yang saya libati (karena berbadan hukum); di mana saya ikut membidani kelahirannya, dan saya menjadi salah satu penasihatnya. Komunitas kuat lain adalah Rumah Virus Literasi (RVL), yang terdiri atas para penulis yang sebagian sudah jadi dan sebagian masih sedang mengenali “identitas” mereka. Bersama mereka, saya belajar dan berbagi.
Saya tentu saja berbagi tulisan, atau memberikan tanggapan atas tulisan harian, yang hadir di dalam kedua grup komunitas tersebut. Hal sama juga saya lakukan pada komunitas-komunitas lain seperti Jalindo Kita, Kreasi Penggerak Literasi, Warga Ngaji Sastra, GGM Nusantara, Pegiat Literasi Nusantara, Asosiasi Guru Menulis, Laskar Literasi 41, dan sebagainya. Saya berada di dalam berbagai komunitas untuk bergesekan dengan aneka lapisan penulis di penjuru tanah air, dan ikut berkontribusi untuk perkembangan kepenulisan mereka.
Kedua, saya juga berbagi pengetahuan dan pengalaman menulis saya di blog-blog saya semisal https://muchkhoiri.com dan kanal youtube saya “Blantik Literasi”. Dalam blog saya berbagi tulisan dengan aneka topik– menulis, budaya, literasi, sastra, catatan harian, dan sebagainya. Untuk memperkuatnya, saya juga membangun kanal youtube. Lalu, konten-konten blog-blog dan kanal youtube saya bagikan ke grup-grup WA komunitas literasi hampir setiap hari. Dengan begitu, saya dapat berbagi hasil kerja literasi saya kepada audiens yang, saya yakini, berguna bagi mereka. Mungkin saja apa yang saya lakukan menjadi cermin keteladanan.
Ketiga, saya juga menggerakkan literasi sebagai nara sumber untuk berbagai seminar, diskusi, pelatihan, dan pendampingan literasi. Mayoritas kabupaten dan kota di Jawa Timur telah mengundang saya untuk memberikan materi pelatihan–baik lembaga pemerintah maupun komunitas-komunitas. Ada yang belajar menulis artikel, ada pula yang belajar menulis buku. Khusus untuk penulisan buku, biasanya dilanjutkan dengan pendampingan, hingga naskah buku siap diterbitkan.
Untuk penerbitan buku, saya membantu dari segi kurasi dan penyuntingan naskah, hingga menghubungkan penulis dengan penerbit. Sebagai editor, tentu, saya harus membuatkan Prakata untuk buku-buku yang saya sunting. Lalu, saya pastikan kepada penerbit bahwa naskah tersebut benar-benar diterbitkan oleh penerbit indie rekanan saya, hingga buku diterima oleh penulis. Saya tidak memiliki catatan pasti berapa buku yang saya bantu dalam pendampingan semacam ini. Saya hanya mendapat kiriman buku mereka bergantian.
Keempat, saya selalu berusaha untuk membuat penulis muda untuk belajar menerbitkan buku. Karena menulis buku mandiri menjadi momok tersediri, maka saya selalu mendorong penulis muda untuk menulis buku antologi: Sebuah buku dikerjakan oleh sejumlah penulis muda. Saya ibaratkan pada mereka, bahwa menulis antologi itu mengumpulkan orang-orang yang “minder” menjadi orang-orang yang berani secara bersamaan. Dalam catatan saya, mereka yang semula berpengalaman menulis antologi akhirnya berani menulis buku mandiri mereka sendiri. Ini semacam sebuah keajaiban dan anugerah yang pantas disyukuri
Terakhir, saya juga memberikan kata pengantar dan endorsement kepada peserta-peserta pelatihan atau siapa saja yang memerlukannya. Untuk pengantar, sepanjang saya memiliki keahlian atau expertise, saya akan membuatkan kata pengantar yang diharapkan. Dalam satu bulan, sekitar 3-4 kata pengantar saya buatkan. Lalu, lebih sering dari kata pengantar adalah permintaan endorsement. Mengingat saya berada di berbagai grup WA dan belasan komunitas literasi, permintaan endorsement dari penulis lain cukup deras.[]
*Tulisan ini terhimpun dalam buku Leksikon Gerakan Indonesia Menulis (Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2022), editor Gol A Gong, Muhammad Subhan, Edi Wiyono, hlm. 105-114
Much. Khoiri
Email : muchkoiriunesa@gmail.com
FB : https://www.facebook.com/much.khoiri.90
IG : https://www.instagram.com/much.khoiri/
YT : https://www.youtube.com/c/BlantikLiterasi
WA : 081331450689
Blog : https://muchkhoiri.com & www.muchkhoiriunesa.blogspot.com
@perpusnas.go.id @pusatanalisis_perpusnas @puspresnas
@perpusnas.press @kemdikbut.ri
Luar biasa, alhamdulillaah…
Makasih banyak nggih, saling menguatkan.
Hebat dan luar biasa Abah Khoiri dg sepak terjang Liteasi yg sangat mumpuni. Sll menginspirasi kegiatan Literasi negeri. Sy sangat bangga dan terima kasih atas bimbingannya dlm grup Rumah Virus Literasi. Sy pantas menerima julukan PENDEKAR LITERSI. Nuhun. Cak Inin
Matur nuwun, Abah Inin. Julukan yang diberikan menarik utk dipertimbangkan. Manis juga. Matur nuwun.
Revisi
Hebat dan luar biasa Abah Khoiri dg sepak terjang Liteasi yg sangat mumpuni. Sll menginspirasi kegiatan Literasi negeri. Sy sangat bangga dan terima kasih atas bimbingannya dlm grup Rumah Virus Literasi. Sy pantas memberi julukan atau gelar kepada Beliau sebagian PENDEKAR LITERSI. Nuhun. Cak Inin
Matur nuwun sanget.
Sebuah upaya yang luar biasa utk mewujudkan Indonesia berliterasi.
Saya termasuk yg menembak Pak Khoiri utk memberikan endorse pada buku saya. Terima kasih Pak.
Sehat dan sukses selalu. Amin…
Sukses selalu, Bu Min. Salam literasi.