MENUJU PELAMINAN: DOA YANG TERKABULKAN

Oleh Much. Khoiri

Ada begitu berlimpah kisah perjuangan menuju pelaminan kami. Namun, dalam momentum ini, izinkanlah saya berbagi sekelumit darinya, yakni seputar doa kami yang terkabulkan. Mungkin Anda bertanya, memang seberapa banyak doa yang tak terkabulkan? Mengapa doa terkait pernikahan penting? Jika ada waktu, mari duduk sejenak, akan saya beberkan kepada Anda.

Setelah beberapa waktu kami saling mengenal, saya dan istri akhirnya menikah pada tahun 1992, dan itu di antaranya berkat doa yang terkabulkan. Doa yang mana? Doa yang saya pesankan kepada calon istri saya saat itu, doa yang kami sama-sama lantunkan semenjak kami menjalani pendekatan, doa yang kemudian dikabulkan oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Mayflower, Iowa (USA), 1993: Setahun setelah menikah, ikut IWP Creative Writing Program

Semenjak saya merasa cocok dengan dia, saya berpesan kepadanya, untuk berdoa secara berimbang, dan jangan terlalu egois. Kebanyakan calon pasangan akan berdoa agar pilihan hatinya didekatkan dan dijodohkan dengannya, sehingga pada saatnya pernikahan akan terjadi dan berlangsung. Dan jika pernikahan berlangsung, mereka memohon agar mereka akan menjadi pasangan yang sakinah, mawaddah, warahmah; serta memiliki keturunan yang bermanfaat bagi agama, bangsa, dan negara.

Namun, pesan saya kepada calon istri saat itu mungkin terdengar rada aneh di telinganya. Apakah itu? Saya bilang, “Mari senantiasa berdoa agar Allah memilihkan jalan yang terbaik untuk kita berdua, jika di kemudian hari kita berjodoh dan membawa kebaikan, maka dekatkan kami ya Allah. Namun, jika di kemudian hari kami akan mengarah ke kemudharatan, maka jangan dekatkan hati kami dan segera pisahkan kami. Hati kami ada dalam genggaman-Mu.”

Awalnya, calon istri saya juga terkejut atas ungkapan saya itu. Kok terkesan mengentengkan rasa cinta. Maka, dia mempertanyakan bobot cinta saya kepadanya. Tentu saja, saya katakan, bahwa cinta saya kepadanya bisa diibaratkan sedalam lautan dan seluas Samudra, namun semua itu hanya sebatas kemampuan manusia. Dalam batas itu, cinta saya terjamin halal! Namun, saya katakan, di atas itu ada tangan Tuhan yang menggenggam nasib kita dan alam semesta.

Seberapa pun manusia saling mencintai, jika Tuhan tidak menghendaki, pastilah tidak akan pernah terjadi, sebab manusia itu sangat dhaif (lemah) atas nasibnya sendiri, bahkan atas gerak batin dan gerak langkah per detiknya. Rindu boleh melangit, cinta boleh mensamudra, namun jika Tuhan membalik hati, maka yang merindu menjadi sebal dan muak, yang mencinta menjadi membenci.

Saya sampaikan kepadanya, sebuah kisah absurd dalam sebuah novel yang berjudul “The Stranger” karya Albert Camus. Dalam novel itu, Meursault adalah tokoh utama yang absurd di mata orang lain, termasuk kekasihnya, Marie Cardona. Meursault hidup dalam hukum dan pranata sosial yang berlatar Algeria yang terjajah Perancis. Ada sejumlah sikap absurd yang ditunjukkan Meursault kepada Marie, salah satunya tentang cinta dan pernikahan. “Meursault expresses his indifference toward love and marriage.” Dia mengekspresikan sikap acuh tak acuh terhadap cinta dan pernikahan.

Apa yang dikatakannya? Lebih kurang Meursault bilang begini, “Marie, hari ini aku sangat mencintaimu, namun saya tidak berani menjamin apakah besok atau lusa aku akan tetap mencintaimu dengan cara dan kadar yang sama. Demikian pula tentang pernikahan. Aku tidak akan tahu apakah aku suatu saat akan menikah denganmu meskipun aku sangat mencintaimu.”

Tentu saja, ucapan Meursault itu mengagetkan Marie pada awalnya. Namun, jika direnung-renungkan, ada benarnya, bahkan tidak salah sama sekali. Siapakah manusia yang berani menjamin dan mampu menjaga hati sepanjang hidup—jangankan sepanjang hidup, dalam hitungan hari saja pun tidak mampu! Jadi, ungkapan Meursault sangat benar dalam tataran filosofis: Bahwa manusia itu lemah dan tinggal menerima apa adanya. Dan ternyata, sikap absurd Meursault semacam itu menjadi daya tarik (appeal) tersendiri di mata Marie Cardona. Meursault bukan laki-laki sembarangan.

Kisah Maursault dan Marie itu menambah “kesadaran” calon istri saya saat itu. Tak perlu saya sampaikan kisah cinta cinta kami yang gemilang, tentu saja, sebab justru pemahaman kami yang sama tentang doa kami itulah adalah kesepakatan cinta yang gemilang. Kami harus menundukkan nafsu keserakaan cinta yang pernah menguasai hati kami. Kami harus belajar menyerahkan diri dan menyandarkan segala urusan, termasuk cinta kami, kepada-Nya.

Kami memang memanjatkan doa kami kepada Tuhan, dan hanya kepada Tuhan kami berserah diri. Mungkin kepasarahan kami ini dipandang absurd pula oleh teman-teman kami saat itu, namun kami tahu bahwa sikap kami berbeda dengan sikap Meursault. Dalam novel itu, Meursault adalah seorang atheis (tak bertuhan), setelah pandemi dan perang melanda sehingga menyusahkan hidup masyakarat. Di sini Meursault sadar akan pentingnya hidup berdampingan dengan alam dan menyatu dengannya. Sebaliknya, kami manusia theis (bertuhan), sehingga kepasrahan kami harus semata tertuju kepada-Nya.

Begitulah, doa kami di atas kami panjatkan dalam setiap waktu. Dalam prosesnya tentu kami dihadirkan Tuhan pada momen-momen untuk saling dekat pada satu waktu dan untuk saling menjauh pada waktu lain. Maksudnya, kami tidak langsung dipilihkan dan ditetapkan secara kasat mata. Kami juga harus menjalaninya sendiri, setidaknya dengan tetap komunikasi satu sama lain. Boleh dikatakan, momen dekat dan momen jauh itu semacam fluktuasi hubungan yang tak terelakkan, yang di dalamnya ada hakikat ujian untuk membangun kebersamaan.

Dan semakin mendekati pernikahan, semakin “dipastikan” hati kami oleh Tuhan. Tanda-tandanya cukup banyak. Misalnya, di antara laki-laki yang kebetulan sama-sama menaksir si dia, saya lah yang berkelebat di depan mata calon mertua saat menunaikan ibadah haji. Demikian pun, keluarga saya dan keluarganya cocok satu sama lain. Selebihnya, tanda-tanda itu tidak perlu saya beberkan di sini, bukan?

Cukuplah Anda ketahui, kami menikah pada 1992. Hingga kini kami masih merawat cinta kami berdua, sebagaimana hakikat doa yang kami panjatkan dulu. Dua anak kami sudah besar-besar, tentu saja. Bahkan sudah saatnya kami menyaksikan mereka segera menemukan pasangan masing-masing. Apakah mereka juga memanjatkan doa yang sama seperti kami? Nah, jika Anda bertemu mereka, silakan bertanya sendiri.[]

Author: admin

MUCH. KHOIRI adalah dosen Kajian Budaya/Sastra dan Creative Writing, penggerak literasi, blogger, editor, penulis 70 buku dari Unesa. #Kitab Kehidupan (Genta Hidayah, 2021). #Menjerat Teror(isme) (Uwais Inspirasi Indonesia, 2022)

18 thoughts on “MENUJU PELAMINAN: DOA YANG TERKABULKAN”

  1. Hernawati says:

    Sejuknya tulisan di pagi hari. Terima kasih Pak Khoiri inspirasi paginya.

    1. admin says:

      matur nuwun sanget

  2. Supardi Harun says:

    Semoga cinta sejati akan tumbuh sampai mati pa dosen

    1. admin says:

      Aamiin yaa rabbal aalamiin

  3. Mukminin says:

    Alhamdulilah terima kasih Abah mengingatkan pertemuan jodoh sy dengan istri lewat tulisan ini. Doa dalam shalat istikharah itu yang saya panjatkan untuk memilih 3 pilihan. 2 calon dari sahabat ( seperti saudara) yang menawarkan adik dan keponakannya, yang satu ada pilihan saya. Maka hasil shalat istikharah itu Allah pilihkan istri yang menjadi istri saya hingga kini.

    1. admin says:

      memori yang tak terlupakan

  4. Sumintarsih says:

    Semoga segera punya mantu Pak. Amin….

  5. nianyayusuf says:

    alhamdulillah wasyukrulillah, tak terbilang bersyukurnya saat do’a yg dimohonkan, dikabul Allah swt, nikmat sekali bacanya Pak Dosen

    1. admin says:

      Matur nuwun sanget, barakallah

  6. Darto says:

    Sangat inspiratif, teladan hidup yang sangat menghidupkan

    1. admin says:

      Terima kasih, ms KS

  7. Abdisita says:

    Alhamdulillah inspiratif. Berdoa memohon calon pasangan terbaik pilihan-Nya seraya berikhtiar seoptimal mungkin dan tawakal.

    1. admin says:

      terima kasih, Bu

  8. Widyastuti says:

    Kisah yang menginspirasi sangat cocok buat pasangan hidup yang bimbang hehehe. Menuju pelaminan dan doa yang dikabulkan adalah perubahan situasi dari achievement menjadi accomplishment. Hal ini membuktikan bahwa premis pasrah kepada kepada Tuhan Yang Maha Esa bukanlah sesuatu yang absurb bagi orang yang bertuhan sebagaimana pak Emcho menyebutnya dengan ‘theis’. Perjalanan masih panjang pak Emcho, Semoga pak Emcho dan ibu dimampukan Allah SWT merawat cintanya dunia dan akhirat.

    1. admin says:

      Aamiin YRA. Terim kasih atas doanya, B Wid

  9. Khusnul Khotimah says:

    Amin . Jodoh Allah yang mengaturnya manusia yang menerma.

    1. admin says:

      Begitulah, syukuri apa yang ada

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *