KEMAMPUAN MENULIS, EPISENTRUM KUALITAS GURU KREATIF

Oleh: Much. Khoiri

Dalam tulisan sebelumnya telah dipaparkan bahwa guru kreatif harus memiliki: (1) kemampuan menulis, (2) penggunaan reward, (3) PPT kreatif, (4) kanal youtube, (5) media pembelajaran daring, (6) akun media sosial, dan (7) blog (pribadi). Dari ketujuh butir itu, kemampuan menulis merupakan “episentrum” (sentra) kualitas guru kreatif. Mengapa demikian?

Foto kover balntik literasi. Dok pribadi

Kemampuan menulis seseorang (dalam hal ini: guru kreatif) mengandung tiga unsur kemampuan, yakni kualitas ide/gagasan, pengorganisasian ide/gagasan, dan penggunaan bahasa. Kemampuan guru kreatif dalam gagasan, pengorganisasian gagasan, dan berbahasa itu berkontribusi—baik sebagian maupun seutuhnya—bagi pembentukan atau pengembangan enam kualitas yang lain.

Untuk blog, sangatlah jelas. Kemampuan menulis menjadi syarat utama untuk mengisi konten blog. Apa pun genre tulisan yang ada di blog dan apa pun topik yang diangkat di dalamnya, semua merupakan hasil dari kegiatan menulis para penulisnya—dalam hal ini: guru kreatif. Ibaratnya, blog itu sebuah toko untuk memajang barang dagangan yang berupa tulisan. Terlebih, jika blog itu berbasis tulisan, maka kemampuan menulis adalah sebuah keniscayaan.

Akun media sosial, hampir sama konteksnya. Facebook, instagram, atau twitter juga membutuhkan tulisan (pendek atau panjang) yang dipasang oleh pemiliknya, meski platform-platform media sosial tersebut juga mengandalkan bahasa visual berupa foto dan audiovisual berupa video. Namun, tulisan di dalam konten tidak bisa ditinggalkan. Bahkan, untuk kepentingan elaborasi tertentu, guru kreatif memberikan keterangan cukup panjang—dan semua ini tidak dapat terlepas dari kemampuan menulis.

Kanal youtube juga hampir sama dengan media soaial dalam mensyaratkan pemakainya untuk memiliki kemampuan menulis. Pengisi konten kanal youtube harus memiliki kemampuan menggali ide dan menentukannya untuk konten tayangan. Dia juga merancangnya ke dalam tata urutan tertentu, baik dengan mengurutkan kronologi materi, maupun memberikan teks subtitel untuk apa yang disampaikan secara lisan. Terlebih, untuk pengisi konten yang ingin lebih lancar dalam menyampaikan materi, dia bisa membaca teks yang telah dipersiapkan sebelumnya.

Kemudian, media pembelajaran dan powerpoint kreatif. Guru kreatif mampu membuat media pembelajaran dan powerpoint kreatif yang baik ketika dia memiliki persiapan pembelajaran yang matang—baik materi, media, teknik, maupun evaluasi pembelajaran. Mereka mendasarkan pembuatan media pembelajaran dan powerpoint pada rencana pembelajaran yang matang—dan semua itu membutuhkan kemampuan menulis, meski proporsinya mungkin lebih kecil dibandingkan kemampuan menulis untuk mengisi konten blog.

Menulis di Mayflower Apartment, University of Iowa, 1993. Gambar: Dokumen Pribadi

Sekarang, penggunaan reward (penghargaan atau hadiah). Mungkin penggunaan reward tidak seutuhnya menggunakan kemampuan menulis, tetapi nilai pendidikan diri menulis bisa membuat guru kreatif terbiasa menerapkan sistem hadiah dan hukuman (reward and punishment) kepada orang lain setelah dia menerapkannya kepada diri sendiri. Harap dicatat, tak sedikit penulis yang menghadiahi diri sendiri dengan hadiah khusus ketika dia berhasil mencapai target tertentu, dan memberikan hukuman atau sanksi kepada diri sendiri jika dia gagal. Inilah budaya individu yang melekat pada penulis sejati—yang sikapnya dalam menggunakan reward bisa dipetik hikmahnya.

Mencermati paparan di atas, agaknya tidak terelakkan lagi bahwa kemampuan menulis sangat dibutuhkan oleh guru kreatif dalam rangka mewujudkan kualitasnya sebagai guru kreatif yang sesungguhnya. Meski demikian, bisa pula dicatat bahwa kontribusi kemampuan menulis terhadap pengembangan blog, misalnya, tidaklah sama dengan kontribusinya terhadap kepemilikan kanal youtube, medsos, media daring, PPT kreatif, dan penggunaan reward.

Memang sah-sah saja jika ada klaim bahwa kualitas tertentu, misalnya penggunaan reward, tidak langsung berkaitan dengan kemampuan menulis seseorang. Namun, jangan lupa, guru kreatif yang memiliki kemampuan menulis bisa dijamin untuk mampu menerapkan penggunaan reward kepada diri dan orang lain. Jika tidak percaya, Anda boleh membuktikannya sendiri. Kalau Anda sudah membuktikannya, rayakan dengan menghadiahi laptop baru agar Anda bisa menulis artikel pengalaman kepada para sahabat guru kreatif.[]

*Much. Khoiri adalah dosen, penggerak literasi, blogger, youtuber, editor, penulis buku dari Unesa Surabaya; Ketua PGRI SLCC Kota Surabaya Tulisan ini pendapat pribadi.

Author: admin

MUCH. KHOIRI adalah dosen Kajian Budaya/Sastra dan Creative Writing, sponsor literasi, blogger, certified editor & writer 74 buku dari Unesa. Di antaranya "Kitab Kehidupan" (2021) dan "Menjerat Teror(isme): Eks Napiter Bicara, Keluarga Bersaksi" (2022). View all posts by admin