Oleh: Much. Khoiri
JIKA kita ingin menulis, ide apa saja sebenarnya boleh ditulis. Siapa berhak melarang? Namun, itulah ide yang biasa-biasa saja, ide umum, yang sama dengan ide kebanyakan orang. Padahal, jika kita ingin tulisan kita dibaca dan bahkan ditunggu pembaca, ide tulisan kita harus luar biasa (istimewa).
Bagaimana ide yang luar biasa itu? Tentu, bukan ide yang muluk-muluk, gagah, dan bombastis. Bisa jadi ide itu berasal dari pengalaman atau pemicu yang sederhana, namun ia tampak unik di mata orang lain. Unik itu berbeda, tak terduga, istimewa dibandingkan dengan ombak opini atau persepsi kebanyakan orang. Unik itu, ibaratnya, tiada tandingannya. Unik itu membuat orang lain spontan berteriak “Wow” di dalam hatinya.
Untuk menemukan ide unik, kita perlu siap untuk membuat peta pikiran ( _mind mapping_) ketika sebuah ide muncul. Sebutlah ide tentang korupsi. Di atas kertas, mari petakan sampai ke akar-akarnya, misalnya alasan korupsi, jenis korupsi, modus korupsi, akibat korupsi, dan sebagainya. Dari masing-masing itu kita buat derivasi (turunan) hingga ditemukan ide yang “paling ekstrem” dibandingkan opini atau persepsi umum.
“Paling ekstrem” di sini berkonotasi paling negatif dan paling positif. Boleh kita taruh pada blok kiri dan kanan. Analoginya, guru akan mengingat siswa yang paling bandel dan paling pintar’, bukan yang di kurva tengah. Maka, ide yang paling negatif dan paling positif adalah ide yang jarang dipikirkan atau dipersepsikan oleh publik; dan itulah ide yang unik, istimewa, dan menarik. Bagi penulis, itulah yang perlu diperhatikan untuk ditulis. Itu pulalah yang diinginkan oleh pembaca.
Meski demikian, penulis itu agen (aktif) perubahan. Bagi saya sendiri, perubahan itu harus menuju ke perubahan yang lebih baik. Karena itu, meski ada pilihan untuk menulis ide unik yang paling positif dan paling negatif, saya sendiri akan memilih ide unik paling positif. Mengapa? Ini prinsip saya, sebagaimana pernah saya tulis dalam artikel dalam sebuah buku “Menulis untuk Kebaikan,” saya ingin menebarkan kebaikan lewat tulisan.
Ide menulis buku “7 Hari Mahir Jadi Hacker”, misalnya, ini termasuk unik, namun saya tidak tertarik menggarapnya, karena ia berada dalam titik eksrem paling negatif. Ia menebarkan ilmu dan pengetahuan, tetapi dampaknya akan menimbulkan kemudlaratan dan kerugian bagi orang lain. Jika buku itu terbit, amat boleh jadi ia menjadi buku best-seller dan mendatangkan banyak uang. Namun, saya tidak sanggup menanggung “dosa jariyah” dari penerapan ilmu dan pengetahuan dalam buku tersebut.
Sebaliknya, saya tertarik pada ide ekstrem positif seperti tertuang dalam buku saya SOS (Sapa Ora Sibuk): Menulis dalam Kesibukan (2016). Pemikiran umum hanya menangkap bahwa orang sibuk mustahil bisa menulis, pasti sibuk berjibaku dengan kesibukannya. Namun, saya menolak tesis itu. Saya malah membahas bagaimana menyiasati kesibukan yang bertubi-tubi untuk bisa menulis. Saya optimistik, buku ini membawa kebaikan bagi pembaca.
Begitulah, kadar keunikan ide memang relatif, namun kepekaaan kita sebagai penulis akan menentukan apakah idenya mengarah ke ekstrem positif atau ekstrem negatif. Dan semua itu bergantung pada niat kita sesungguhnya dalam menulis. Sebagai penulis kita berhak memiliki niat baik atau niat tidak baik, namun hak kita berhadapan dengan kewajiban untuk menimbang dan mengamalkan hakikat kebaikan dan kebenaran. Bukankah ‘segala amal perbuatan bergantung pada niat’?[]
iyes…
Dari segi ide tidak berlaku ‘khairul umur, ausatuha’ (Sebaik-baik perkara adalah pertengahan) ngge?
Alhamdulillah. Mantap. Terima kasih Master
Setuju banget dengan penutupnya he he…Kalau saya idenya masih suka mampet…
siip..masuukk
Pesan yang riil buat saya … pertimbangan yang riil juga
Semakin banyak ilmu dr Pak Dosen, kok saya merasa semakin jauh. Jauh…. Perlu kerja keras untuk menjangkaunya.
Terima kasih ilmunya, Pak.
masih harus rajin membaca tulisannya pak dosen… jadi penyemangat untuk menulis lagi
Tulisan Bapak sangat menginspirasi sekali. Terima kasih, Pak.
Ide itu selalu ada, meski dlm lingkup sederhana. Tapi yg sulit itu memulai, memulai untuk menulis itu sangat berat, perlu konsentrasi penuh dan waktu yang tepat
Setuju dengan Bu Ari… Ide selalu ada… Tinggal bagaimana mengemasnya dalam sebuah tulisan yang menarik untuk dibaca itu yang masih lost…
Keren Pak… Sangat inspiratif. Terima kasih.
buy cheap generic fenofibrate buy fenofibrate 200mg fenofibrate 200mg sale