Oleh: Much. Khoiri
PERNAH dalam sebuah acara talkshow Mata Najwa mengangkat tema “Yang Muda Berkuasa”, menampilkan Mendikbud Nadiem Makarim (36/37 tahun), di dalam studio yang dihadiri puluhan kawula muda. Mas Menteri (sapaan akrab Mendikbud) sendiri berpakaian ala pemuda milenial, mengimbangi gaya berpakaian para hadirin. Ada suasana akrab dan gayeng di dalam talkshow itu.
Terpilihnya Mas Menteri sebagai nara sumber bukan tanpa alasan. Dia adalah representasi dari pemuda yang di usia muda telah meraih kuasa sebagai seorang menteri. Dibandingkan anggota kabinet lain, dialah menteri paling muda dan gaul. Namun, dari sisi kompetensi, dia mumpuni dan cerdas serta berwawan global. Dari segi prestasi, dia termasuk pilih tanding—terutama berkat kesuksesan Gojek-nya di dalam dan luar negeri.

Ceria belajar mandiri. Gambar: Dari www.hipwee.com
Dalam hal ini Mas Menteri hanyalah satu contoh, bahwa kursi menteri untuk kader senior adalah mitos belaka. Mas Manteri adalah sosok pembunuh mitos dan pendobrak tradisi, tanpa menampik kenyataan bahwa jabatan menteri itu jabatan politik. Meski demikian, mitos yang telah mentradisi dalam waktu lama itu kini pudar seketika. Kini saatnya yang muda lah yang berkuasa; yang tua memberi ruang kepada yang muda.
Maka, tak dimungkiri, di berbagai perusahaan, lembaga swasta dan lembaga pemerintah, jabatan-jabatan strategis telah dipercayakan kepada tokoh-tokoh muda. Mengapa? Selain mereka memiliki kompetensi mumpuni, mereka juga masih memiliki fisik yang tangguh untuk berpikir dan bertindak untuk program-program yang dicanangkan. Di dalam raga yang sehat terdapat jiwa yang kuat.
Tentu saja, prestasi atau karya mereka tidaklah sama dan sebangun. Biarlah mereka memberikan berbagai kontribusi positif sesuai bidang mereka masing-masing. Semua itu tak dapat dimungkiri, dan wajib diakui apa adanya. Mereka telah ikut andil dalam menjayakan Indonesia dengan cara mereka sendiri.
Karya dan prestasi tidaklah turun dari langit, melainkan diimpikan, disemboyani, dan diperjuangkan dengan komitmen tinggi. Karya dan prestasi adalah buah dari berbagai ikhtiar. Dalam sebuah film ‘Pay It Forward’, seorang guru Amerika berkata kepada siswa kelasnya. “Pikirkan kata yang akan mengubah dunia—dan wujudkan kata itu dalam tindakan nyata.” Tindakan nyata inilah yang membuahkan karya dan prestasi nyata.
Dalam konteks ini, teringatlah kita akan Soekarno sang proklamator kita, yang tegas mengatakan,”Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.” Mungkin ungkapan ini bombastis, namun impian semacam itu layak kita tanamkan di dalam hati. Itulah kata-kata yang mengubah dunia bangsa kita. Bukankah perjuangan adalah pelaksanaan kata-kata?[]
NB. Terima kasih untuk blogwalking
Kini saatnya generasi milenial untuk maju berdedikasi membangun negeri. Saya yakin akan ada banyak “Mas Menteri” di masa yang akan datang.
Betul sekali, Syani. Semoga Syani dkk suatu saat juga ambil bagian dlm menentukan masa depan bangsa ini
Semoga saya juga bisa menyemangati anak-anak muda…
Di samping menyemangati diri sendiri juga…
Matur tengkiyu Pak…
Kitalah yg memang harus menyemangati anak2 muda. Siop.matur nuwun
Saya tidak bisa mengajak lebih guri yang lebih muda dari saya, selain mengajaknya berliterasi dulu.
Yg B Nuraini mampu, itulah yang sangat luar biasa. Lanjutkan
Wah, benar sekali Pak
Sesosok pemuda yang tangguh dapat memajukan bangsa ini.
Terima kasih, Pak 😊🙏