“KEMATIAN SUKRENI” (Cerpen – Bagian 3)

Oleh: Much. Khoiri

ALEX juga agak terkejut melihatku. Namun, dia cepat menguasai diri. Perhatiannya lebih tertuju pada Bripka Jono dan Letda Putu. Kini dua partnerku menatap tajam Alex.

“Hei, bung, Anda naksir Sukreni kan?” kata Bripka Jono. Dia mengelus-elus tongkat legam. Kepulan rokoknya mulai melayang.

Sumber gambar: Dok Lovepik

“Terus terang, pak, saya serius pada Sukreni. Tapi, dia belum menjawab lamaran saya. Katanya, masih ada urusan dengan orang lain.”

“Orang lain siapa?”

“Dia tak pernah menyebut nama,” tukasnya tanpa ragu. “Dia cuma pernah bilang, seorang pelukis.”

“Jangan lempar batu sembunyi tangan.”

“Untuk apa saya dusta, Pak?”

Letda Putu mendekat. “Ingat T-Shirt ini?”

“Sangat ingat, pak. Saya memberinya suvenir ketika Sukreni saya ajak ke rumah makan saya Eagle 4 di Tabanan. Dia suka alam pedesaan. Di sana saya sediakan suvenir. Jadi, waktu Sukreni tertarik, saya girang. Saya kira dia memberi lampu hijau.”

“Anda tahu Sukreni ditemukan tewas, masih pakai T-Shirt ini?”

“Tidak, Pak. Sungguh,” jawabnya, shock. Suaranya berat. “Tapi, alangkah bodohnya saya andaikan membunuh Sukreni, tapi membiarkan T-Shirt dari saya ini dipakai Sukreni.”

Aku, Putu, dan Jono berpandangan. “Jadi, pelukis yang juga pebisnis?”

“Kayaknya…semacam itulah. Katanya, urusan dengan pelukis.”

“Ada puisi dalam diary Su-kreni.” Aku menunjukkannya. “Kenal puisi ini?”

Sejenak Alex mengerjapkan matanya. Lalu dia pun membacanya perlahan:

SEKUNTUM RUS MERAH

O, kasihku laksana rus merah
       Yang di bulan Juni baru memekar
O, kasihku laksana melodia
       Yang indah selaras dimainkan.

Sejujur seni engkau, sayang,
       Begitu dalam aku mencinta
Dan aku akan mencintamu, sayang,
       Hingga seluruh laut kerontang.

Hingga semua laut kerontang, sayang,
       Dan bebatuan meleleh dengan baskara
Dan aku akan mencintamu, sayang,
       Sedang pasir kehidupan beterbangan

Dan betapa berharga kau, sayang,
       Dan betapa berharga dikau kini.
Dan aku kan datang kembali, sayang,
       Meski andai kita sepuluh mil lagi.[i]

Tampaknya Alex mengingat-ingat sesuatu. “Rasanya saya pernah baca puisi itu, entah kapan. Sukreni yang menunjukkannya. O ya, puisi itulah, kata Sukreni, tulisan si pelukis yang saya maksudkan.”

“Seberapa dekat sih Anda dengan Didin?” Letda Putu mengejar.

“Saya bertemu beberapa kali, tapi urusan bisnis MLM. Pernah sih saya lihat dia mengantar Sukreni ke pesta perkawinan. Waktu itu saya belum naksir Sukreni.”

“Jangan-jangan dia cemburu, lalu melibas Sukreni sekalian?”

Alex tampak kelelahan dan pucat. “Kalau saya di posisi dia, saya mustahil gegabah seperti itu. Ada cara yang lebih elegan daripada membunuh.”

“Bila jadi dia, apa yang akan Anda lakukan?”

“Komunikasi. Saya bicarakan, nego, kompromi atau entah apa namanya. Pokoknya cari solusi. Saya yakin, semua masalah ada solusinya.”

“Jadi Didin tidak cemburu dan melibas Sukreni?”

“Saya kira tidak mungkin. Tapi entahlah kalau egonya sebagai seniman muncul. Meski pengusaha, dia kan punya bakat seniman?”

“Mengapa Anda berpikir begitu?”

“Dalam situasi tertentu, semua seniman dan penyair adalah orang yang anti-sosial.[ii] Mereka melankolis, perasaannya dalam, amarahnya bisa menghancurkan.”

“Jadi Anda mengira Didin terlibat pembunuhan Sukreni?”

Alex menunduk lesu. Dia menelan ludah, lalu menutupi wajahnya dengan kedua tapak tangannya. Dengan suara berat dia bertutur ,“Seorang pelukis yang membunuh Sukreni.”

“Maksud Anda Didin?” kejarku. Kulihat Bripka Jono tak sabar atas pengakuan Alex. Giginya gemeretak, bogemnya siap meninju.

Tiba-tiba Alex meronta-ronta. Putu dan Jono sigap memegangnya. Terengah-engah dia berteriak, “Seorang pelukis membunuh Sukreni.”

 

BERSAMBUNG (nantikan penutupnya)

[i] Terjemahan puisi Robert Burns “A Red, Red Rose”

[ii] Picasso (1881-1973), pelukis dan pematung Spanyol.

Author: admin

MUCH. KHOIRI adalah dosen Kajian Budaya/Sastra dan Creative Writing, penggerak literasi, blogger, editor, penulis 70 buku dari Unesa. #Kitab Kehidupan (Genta Hidayah, 2021). #Menjerat Teror(isme) (Uwais Inspirasi Indonesia, 2022)

13 thoughts on ““KEMATIAN SUKRENI” (Cerpen – Bagian 3)”

  1. Sumintarsih Min says:

    Penasaran……

  2. Husnul Hafifah says:

    Baru tahu, jika dalam cerpen juga ada catatannya.
    Penasaran endingnya …

    1. admin says:

      Boleh ada catatannya

  3. Hernawati says:

    Makin menarik…

    1. admin says:

      Makasih banyak

  4. Sekarmelati says:

    Ikut menyimak…

    1. admin says:

      Terima kasih banyak, Mel.

  5. Nana Wihana says:

    Nyimak,.. Mntab ceritanya. Very good 🙏👍

    1. admin says:

      Terima kasih, P Nana

  6. Eka Rosmawati (Eka Ros) says:

    Lanjut!

    1. admin says:

      Makasih, lanjut

  7. Sri Rahayu says:

    Detektif…
    Jadi ingat ” Basic Instinct “…
    Tahun 90 an…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *