“KEMATIAN SUKRENI” (Cerpen – Bagian 2)

Oleh: Much. Khoiri

PERMAINANKU berjalan mulus. Kasus ini dilimpahkan dari Polsek Denpasar Barat ke Poltabes tempatku bertugas. Kini di ruang interogasi Made, Didin, dan Alex diperiksa bergantian atas kasus Sukreni. Bukti-bukti olah TKP dan periksa-silang lapangan mencatat: Salah satu tersangka, seorang pelukis, adalah pembunuh Sukreni. Tugas timku, mengorek keterangan—bagiku, memojokkan—mereka satu persatu.

“Jadi Anda yang membunuh Sukreni ya?” sergahku, meyakinkan.

Sumber gambar: Dok Lovepik

Didin terkejut mengamatiku. Selama ini dia tak tahu bahwa aku seorang polisi. “Bukan, pak. Saya bukan pembunuh,” bibirnya gemetaran.

“Anda yang melukis daun waru ini, kan?”

“Sumpah, pak, tidak. Saya bisa melukis, tapi tidak melukis daun waru itu.

“Anda lukis daun waru itu, lalu Anda selipkan ke dalam tas Sukreni pada suatu pesta perkawinan. Itu simbol cinta, tapi sekaligus ancaman.”

“Saya tidak paham maksud bapak.

“Lewat lukisan itu, Anda simbolkan cinta pada Sukreni. Tapi karena tak dibalas, Anda mengancam membunuhnya.”

“Sumpah, pak, tidak. Saya memang bisa melukis, dan saya mencintai, bahkan pernah melamar, Sukreni tetapi saya tidak membunuhnya.”

Didin semakin gemetaran. Sesekali dia mengigit bibirnya.

“Pengakuan Made dan Alex memberatkan Anda.” Tentu saja ini jebakanku belaka; kami belum mengintrogasi mereka. ”Andalah yang paling ngebet menikahi Sukreni. Dan dia belum bersedia. Benar begitu, kan?”

“Memang, cinta saya belum terbalas. Bagi saya, cinta itu buah perkawinan. Saya yakinkan Sukreni, bahwa cintanya akan subur setelah perkawinan, sebab untuk Sukreni saya mencinta dengan segala cinta. Tapi, sumpah, saya tak terlibat pembunuhan itu.”

Sekonyong Letda Putu menimang patung kayu Sukreni. BB itu tampak indah dan mulus. Sukreni seakan hidup kembali. “Apa hubunganmu dengan patung ini?”

“Saya bisa melukis, kadang buat patung kayu. Saya kan pengusaha kayu (patung). Sebagai bukti cinta, saya buatkan dia patung ini. Tapi saya sungguh tak terlibat pembunuhan.”

“Oke, tidak terlibat, tetapi Anda dendam, kan?”

“Sumpah tidak, pak. Saya tahu, cinta tak mengenal hukum.  Tapi, saya punya agama sehingga saya tak perlu berpendirian seperti itu. Cinta tetap ada aturannya, ada hukumnya.” Kini suaranya mantap, tak tampak ada getaran di bibirnya.

“Anda tahu sanksinya dusta di bawah sumpah?” tukasku spontan.

“Hukumanmu lebih berat. Mengaku sajalah,” sahut Letda Putu cepat.

“Meski dibunuh pun, saya tidak akan mengaku telah membunuh Sukreni. Demi Allah, saya tak membunuhnya. Andai saya membunuh, saya pasti mengakuinya—setidaknya itu mengurangi dosa saya. Bagi saya, lebih baik mati dengan iman dan kejujuran daripada hidup membawa dusta.”

Bripka Jono menyendutkan rokoknya ke telapak Didin. Didin memejamkan mata, keringatnya bercucuran. Namun, tak sepatah pun keluar dari mulutnya. Dua kali lagi Bripka Jono melakukan hal serupa, namun Didin tetap bungkam. Kini aku mendapat sinyal dari Atasan. Penyelidikan pun dihentikan.

***

MIRIP Didin, Made juga terkejut atas penampilanku. Permainanku masih berlangsung mulus. Aku memasang wajah formal, sedang Letda Putu tenang, dan Bripka Jono angker.

“Made, mau rokok?” tanyaku memecah suasana. “Ini Marlboro, favoritmu.”

Dengan dua jempol terikat, dia kesulitan menjepit sebatang rokok. Kepulan asap pun mulai menari di udara. “Di sel juga ada suap ya?” Dia menyeringai lepas.

“Dengar, Anda yang melukis daun waru ini, kan?”

Dia menyeringai lagi. “Tidak. Saya bukan pelukis, dan tidak melukis daun waru itu.”

“Anda melukis daun waru itu, lalu memasukkannya ke dalam tas Sukreni. Bukan simbol cinta, itu ancaman.”

“Saya ndak paham maksud sampean.”

“Kami temukan sanggar bawah tanahmu di Ubud.”

“Sanggar? Saya ndak paham maksud sampean.”

“Kami juga temukan lukisan daun waru di sana. Itu petunjuk keterlibatanmu.”

“Bah! Apa hubungannya?” Matanya menghunjam lantai.

“Sanggar, lukisan daun waru. Juga lukisan Sukreni, enam jenis pose. Kelihatannya Anda kok sangat menikmati melukis Sukreni. Berarti Anda pelukis, kan?”

“Bukan, saya bukan pelukis.”

“Kok banyak lukisan Sukreni?”

“Saya kolektor. Saya hidup dari mengoleksi lukisan.”

“Tapi, kenapa Anda mengoleksi lukisan Sukreni?”

“Simbol persahabatan. Dan itu harus diabadikan.”

Aku mencoba berteori: “Persahabatan sering berakhir dengan cinta.”

“Tapi saya ndak setuju sampean. Persahabatan kami sejati,”tegasnya.

“Itu kan menurut Anda? Bagi saya, antara pria dan wanita tak mungkin ada persahabatan sejati. Ada nafsu, permusuhan, penyembahan, cinta. Tapi bukan persahabatan.”

“Terserah sampean. Dan saya tegaskan, saya ndak terlibat pembunuhan Sukreni.”

“Memangnya Anda punya alibi?”

“Saat kejadian, saya pelesir di Kuta, dan menginap di sana.”

“Hasil BAP Polsek, saat seputar kejadian, Anda sempat beli rokok di kios pada mulut Jln. Pertani. Menurut saksi mata, Anda berjaket coklat gelap, dan sangat terburu-buru.” Aku masih ingat dengan jelas, si pemilik kios (24 jam) itu memandangku dengan tatapan curiga.

“Omong kosong. Itu rekayasa. Saya terpaksa mengaku karena terus disiksa.”

“Jadi Anda pelesir di Kuta untuk cari inspirasi melukis?”

“Pelesir ya pelesir. Dan saya bukan pelukis.”

“Lalu, kain pink dengan lukisan daun waru ini?”

Dia tampak tenang. “Mana saya tahu? Saya bukan pelukis. Titik.”

 

(BERSAMBUNG)

Author: admin

MUCH. KHOIRI adalah dosen Kajian Budaya/Sastra dan Creative Writing, sponsor literasi, blogger, certified editor & writer 74 buku dari Unesa. Di antaranya "Kitab Kehidupan" (2021) dan "Menjerat Teror(isme): Eks Napiter Bicara, Keluarga Bersaksi" (2022).

16 thoughts on ““KEMATIAN SUKRENI” (Cerpen – Bagian 2)”

  1. Sriyatni says:

    Menunggu sambungannya Bapak

    1. admin says:

      Insyaallah akan berlanjut, Bu. Makasih telah hadir.

  2. Husnul Hafifah says:

    Alhamdulillah… masih sempat baca, menunggu lanjutannya…

  3. Hanifa says:

    Ditunggu lanjutannya pak.

    1. admin says:

      Siap, Bu, sudah siap. Terima kasih

  4. Widwi Asten says:

    sabar menanti ah….Skreni gadis bali ya

  5. Semakin menarik ni. Sy suka cerita misteri

  6. Eka Rosmawati (Eka Ros) says:

    Inilah model cerita yang saya suka. Intrik, misteri, petualangan, bandit, detektif. Ah aku suka suka, suka dan penasaran.

    1. admin says:

      Mdh2an kali lain bisa dibuatkan cerita yg lebih seru

  7. Sri Rahayu says:

    Ada pengakuan di awal tulisan…
    Jadi gemes saat intrik menggiring…
    Memojokkan… Menyudutkan…
    Hem… Luar biasa…

  8. Pymnomill says:

    Natural menopause was defined as at least 12 months since the last menstrual period can you drink alcohol with viagra

  9. slpeTZWNB says:

    Ruth Kava points out, It s great that we re starting to understand which subpopulations are likely to be most at risk and which subpopulations are most likely to benefit from HRT cialis 5mg best price Madelyn ksUjNSUfSmsujdwo 6 19 2022

  10. Jmpwmq says:

    tricor 200mg over the counter tricor 160mg generic fenofibrate sale

  11. Gutlkh says:

    cialis tadalafil 10mg viagra sildenafil order sildenafil without prescription

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *